Selasa, 23 Juli 2013

KECAMATAN TERHADAP PERNYATAAN PM ASUTRALIA SOAL ISU PAPUA

Kecaman terhadap pernyataan PM Australia soal isu Papua

08/07/2013
Kecaman terhadap pernyataan PM Australia soal isu Papua thumbnail

Aktivis HAM Papua mengecam pernyataan Kevin Rudd, Perdana Menteri Australia akhir pekan lalu yang mengatakan, Australia mengakui sepenuhnya kedaulatan Indonesia atas Papua karena menilai hal itu akan membawa dampak buruk bagi penyelesaian masalah pelanggaran HAM di Papua.
Dalam konferensi pers bersama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Bogor,  Jawa Barat, Jumat (5/7) lalu itu setelah menggelar Pertemuan Tahunan ketiga Indonesia-Australia itu, Rudd mengatakan, “Saya ingin menegaskan kembali secara terbuka di sini, berturut-turut Perdana Menteri Australia (sebelum saya) telah mengatakan di masa lalu, bahwa Australia mengakui, diakui di masa lalu dan akan mengakui di masa depan, keutuhan wilayah Republik Indonesia yang meliputi Papua.”
Rudd memuji Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan menyebutnya sebagai sosok pemimpin yang kuat dalam mengatasi berbagai masalah di Papua, termasuk adanya program paket otonomi khusus yang diberikan untuk pembangunan di Papua.
Ia juga mengatakan, Australia ingin bekerja dengan pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan dan keamanan jangka panjang dan stabil di Papua yang merupakan bagian dari Republik Indonesia.
Marthen Goo, aktivis dari National Papua Solidarity (NAPAS) menilai pernyataan Rudd akan membawa dampak negatif bagi penyelesaian masalah kekerasan dan pelanggaran HAM di Papua yang hingga kini masih massif.
“Seharusnya Australia menekan pemerintah Indonesia untuk mengakhiri kekerasan dan pelanggaran HAM di Papua serta membuka ruang dialog antara pemerintah pusat dengan warga Papua”, katanya kepada ucanews.com, Senin (8/7).
Ia menambahkan, Australia tidak bisa hanya menyatakan dukungan terhadap kedaulatan Indonesia, tanpa peduli pada kondisi yang dialami warga Papua.
Goo mengklaim, Rudd menutup mata pada persoalan Papua dan mengatakan,  persoalan yang seharusnya menjadi perhatian Rudd adalah pelanggaran HAM yang massif yang diderita warga Papua.
 “Namun, hal itu sama sekali tidak disinggung dalam pernyataan Kevin Rudd”, kata Goo.
Elias Ramosta Patege, aktivis lain dari NAPAS mengaku curiga, pernyataan Rudd hanya bertujuan meloloskan kepentingan ekonomi Australia di Indonesia.
“Dengan memberi dukungan, mereka (Australia) sebenarnya memiliki target tertentu, menggeruk kekayaan alam di Indonesia, terutama Papua”, jelasnya.
Ia mengatakan, Australia saat ini melihat posisi pemerintah Indonesia kuat dalam meredam gejolak di Papua, sehingga mereka mendukung Indonesia.
“Mereka (Australia) akan mendukung pihak yang menguntungkan mereka, dalam hal ini yang posisinya sedang kuat”, katanya.
Menurut NAPAS, kasus pelanggaran HAM seperti penembakan dan kekerasan lainnya yang menyebabkan korban warga sipil, termasuk juga TNI dan Polri, setiap bulan masih terus terjadi dan selalu menelan korban jiwa.
Peristiwa terakhir terjadi pada 26 Juni lalu, dimana seorang anggota TNI I Wayan Sukarta dan seorang sopir bernama Tono ditembak oleh kelompok sipil bersenjata di Puncak Jaya. Sebulan sebelumnya, pada pada 1 Mei aksi damai Papua berakhir dengan penembakan yang menyebabkan 2 warga sipil meninggal di Sorong dan 1 orang ditembak di Biak, serta 5 korban lainnya luka-luka.
Selain itu, juga masih ada kasus pelanggaran HAM masa lalu yang kini belum tersesaikan, seperti penembakan yang menewaskan sekitar ratusan warga sipil di Biak pada 1998 saat mereka sedang menggelar aksi demontstrasi.
Tragedi ini yang meletus pada 6 Juli 1998  dikenal dengan istilah “Tragedi Biak Berdarah”, dan pada Sabtu (6/7) lalu sudah genap berusia 15 tahun, namun belum ada proses hukum atas peristiwa ini.

Tidak ada komentar: