KEBEBASAN WARGANYA BERADA DI BAWAH ANCAMAN NEGARA INDONESIA
Catnews 4 Juni 2013: Setelah berbulan-bulan penundaan dan perdebatan sengit, DPR RI
akhirnya pada Selasa mengesahkan RUU Ormas, yang akan memberikan kesempatan
kepada pemerintah memiliki kontrol lebih besar terkait kegiatan publik,
termasuk kewenangan membubarkan sebuah organisasi yang dianggap sebagai ancaman
bagi negara.
Dari
361 anggota DPR yang menghadiri rapat pleno pada Selasa, 311 menyetujui
pengesahan RUU itu sebagai UU, dengan mengatakan bahwa negara membutuhkan UU
tersebut untuk memberdayakan organisasi lokal dan menentang intervensi asing di
tanah air melalui LSM-LSM.
Partai
Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Hati
Nurani Rakyat (Hanura) menentang pengesahan RUU itu, dan menurut aktivis, UU
itu dapat digunakan untuk membungkam para pembangkang politik.
“Saya
menyadari kritikan di luar sana. UU ini mungkin tidak memuaskan semua kelompok
tapi ini adalah yang terbaik yang bisa kami lakukan,” kata Abdul Malik
Haramain, ketua Pansus pembahasan RUU Ormas.
Kelompok-kelompok
keagamaan seperti Muhammadiyah, Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) dan
Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) telah menolak pengesahan RUU
kontroversial itu dan berencana melakukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi.
UU
itu memberikan kewenangan kepada Kementerian Dalam Negeri yang
bertanggung jawab untuk menyaring semua Ormas yang beroperasi di tanah
air dalam koordinasi dengan kementerian terkait serta pemerintah daerah.
Berbicara
di hadapan anggota DPR RI, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengatakan bahwa
pihaknya baru-baru ini mencatat 65.577 Ormas, Kementrian Hukum dan Hak Asasi
Manusia mencatat 48.866 Ormas, Kementerian Sosial mencatat 25.406 ormas dan
Kementerian Luar Negeri mencatat 108 LSM asing.
Menurut
Gamawan, banyak organisasi yang tidak terdaftar beroperasi di tanah air yang
harus dipantau. “Kita perlu mengelola semua kelompok ini sehingga mereka dapat
secara positif berkontribusi terhadap negara,” katanya.
Kelompok
penolak UU itu menegaskan bahwa UU itu hanya akan memberikan kontrol negara
yang berlebihan atas gerakan sipil di negara ini.
Di
antara 87 pasal dalam UU itu, beberapa pasal telah menjadi keprihatinan karena
berpotensi dibubarkan bila Ormas melakukan kritikan terhadap kebijakan
pemerintah.
Pasal
5 UU itu, misalnya, mendesak Ormas mempertahankan dan memperkuat kesatuan
bangsa serta menegakan cita-cita negara. Pasal tersebut juga melarang
penghujatan terhadap agama-agama, kegiatan yang mempromosikan separatisme,
gangguan ketertiban umum, dan melanggar ideologi negara, Pancasila.
Oleh
karena itu kewajiban semua Ormas yang beroperasi di seluruh nusantara, yang
terdaftar dan tidak terdaftar, mengikuti proses penyaringan melalui kementerian
terkait untuk mendapatkan izin dari pemerintah. Hanya Muhammadiyah dan
Nahdlatul Ulama, organisasi Islam terbesar di negara itu, yang dibebaskan dari
persyaratan karena kontribusi mereka terhadap negara dan mereka didirikan
sebelum kemerdekaan negara itu.
Berdasarkan
UU itu, kelompok-kelompok asing harus menjalani proses penyaringan melalui
Kementerian Luar Negeri serta Badan Intelijen Negara (BIN).
Kelompok
penolak mengatakan UU Ormas tumpang tindih dengan hukum yang ada, seperti UU
Nomor 24/2004 tentang dasar organisasi dan UU No 14/2008 tentang keterbukaan
informasi publik (KIP).
Mereka
berargumentasi bahwa UU Tahun 2008 tentang KIP memungkinkan pemerintah menilai
informasi pada setiap organisasi, yang anggota parlemen mengatakan adalah salah
satu tujuan utama dari RUU Ormas.
“Sudah
jelas bahwa UU itu hanya akan memberikan kewenangan pemerintah untuk memonitor
dan membekukan kegiatan kami setiap kali kami dianggap sebagai ancaman,” kata
Direktur Eksekutif Imparsial Poengky Indarti.
RUU
ini dimulai dalam menanggapi seruan publik untuk membubarkan kelompok radikal
seperti Front Pembela Islam (FPI), yang seringkali membuat keonaran. Namun,
para aktivis meragukan bahwa UU itu akan mengatasi masalah tersebut.
Definisi Ormas
Ormas
adalah kelompok yang secara sukarela didirikan oleh masyarakat berdasarkan
aspirasi, kemauan, kebutuhan dan kepentingan bersama, serta berpartisipasi
untuk menegakkan persatuan Indonesia berdasarkan ideologi negara Pancasila.
Pemerintah
akan memberikan sanksi terhadap Ormas yang tidak:
•
Mendaftarkan dan mendapat izin dari pemerintah
•
Menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan bangsa
•
Menjaga nilai-nilai budaya, moral dan agama
•
Penjaga ketentraman dan ketertiban umum
•
Mempromosikan cita-cita Negara
Sanksi
Pemerintah
akan mengeluarkan tiga surat peringatan kepada Ormas yang dianggap telah
melanggar kewajiban mereka. Setiap surat akan berlaku selama kurang lebih 30
hari.
Pemerintah
sementara akan menghentikan operasi dari setiap Ormas yang gagal menanggapi
salah satu surat peringatan, setelah mengamankan nasihat hukum dari Mahkamah
Agung.
Pemerintah
dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan negeri untuk membubarkan atau
mencabut izin kelompok dianggap telah gagal menyelesaikan semua persyaratan.
Sumber:
The Jakarta Post
Tidak ada komentar:
Posting Komentar