MESTI DIPIKUL
KARENA KRISTUS YANG DATANG
Oleh Santon Tekege*****
Berilah kami rahmat
kekuatan agar kami sanggup menerima kepahitan dan kegetiran hidup yang menimpa
pada setiap kami di dunia ini. Dengan rahmat-Mu itu, kami dengan layak dapat
menerima segala rencana dan kehendak-Mu. Jadikanlah segala rahmat-Mu itu
sebagai jaminan selama kami hidup khususnya ketika kami derita, tidak mampu
berjalan, dan tidak kuat menjalani hidupnya bahkan ketika kami diambang maut.
Ya Yesus, Engkau hadir sebagai penghibur dan pemberi kekuatan dalam pelayanan
dan pewartaan Injil-Mu di segala bangsa. Di dalam pelayanan dan pewartaan itu
selalu ada banyak derita, sakit, merasa tidak kuat, tantangan dan godaan, dan
bahkan merasa diambang maut. Namun penyertaan Tuhan Yesus selalu ada untuk para
pengikut Kristus. Karena itu, jangan takut dengan medan yang sulit dan tidak
bisa dijangkau oleh kita. Berkaitan dengan itu, saya akan perlihatkan dalam
tulisan ini tentang medan Pastoral dekenat Moni-Puncak. Medan Pastoral yang begitu
berat dan tidak bisa dijangkau sehingga dibutuhkan semangat lebih dari seorang
pelayan Tuhan dan menjadi siap diutus demi kemuliaan Allah dan mencintai sesama
manusia di segala bangsa.
Mesti
dipikul karena Kristus yang datang
Suster Cresensia, PRR dan
saya akan tourney Paskah 2015 di Quasi Paroki Bugulo di Paroki Bilai Dekenat
Moni-Puncak. Kami menyusuri melalui gunung-gunung sambil menikmati kesejukan
udara pada hari rabu, 1 April 2015. Kami berjalan di tempat Tourney sebelum
Perayaan Hari Kamis Putih.
Dalam perjalanan itu, suster
tidak bisa berjalan mendaki sampai di puncak gunung di Quasi paroki itu.
Akhirnya suster dipikul dalam noken oleh umat Bugulo. Umat mengatakan bahwa
“Mesti dipikul karena Kristus yang datang”. Ungkapan ini sangat mendalam. Dari
ungkapan ini, diperlihatkan bahwa mereka sedang butuhkan seorang pelayan Tuhan.
Dalam menantikan datangnya seorang pelayan Tuhan itu, umat di sana semangat dan
pelayanannya cukup baik. Dan saya kaget melihat semangat umat yang luar biasa
itu. Bahkan mereka mampu memikul suster dalam keadaan mendakian gunung ini.
Ketika kami sampai di
sungai Kemabu, umat dengan tarian menjemputnya. Tari-tarian itu dari OMK dan
bapak-bapak dan ibu-ibu di Bugulo. Suasana iklim waktu itu sangat cerah dan
hangat dingin. Karena dinginnya cuaca itu, dapat memberikan kesegaran dan
menghirup udara segar. Apalagi berjumpa dengan umat yang sangat sederhana dan
hatinya yang tulus. Karena keadaan umatnya yang baik dan iklim yang mendukung sehingga
dapat disembuhkan lelah dan capek setelah mendakian gunung-gemunung di dekenat
ini.
Medan
Pastoral Dekenat Moni-Puncak
Medan Pastoral
keuskupan timika sulit menjangkau dan dilaluinya. Segala teori dan buku-buku
yang kita baca itu tidak berlaku ketika berada di daerah pelayanan keuskupan
ini. Kesulitan untuk dijangkau medan pastoralnya bukan saja di gunung tetapi
juga di laut. Kita bisa berkoar-koar dengan berbagai teori dan ungkapan tetapi
sulit terbukti ketika kita berada di medan pastoral di laut maupun di gunung
Keuskupan Timika. Apalagi beratnya medan pastoral di dekenat Moni-Puncak.
Kita memandang medan naik turunya gunung-gunung
dan keganasan ombak yang dapat menakutkan setiap kita. Tetapi itu bukan menjadi
penghalang berpastoral dan bermisi. Jadi siapa pun petugas pastoral yang hendak
berpastoral dan bermisi di dekenat ini, mesti siap mental dan tenaganya untuk
menghadapi kesulitan medan pastoral ini. Kepenuhan tenaga dibutuhkan untuk dapat
melalui kesulitan medan pelayanan pastoral di gunung maupun ketika
diperhadapkan dengan ombak ganas di pesisir pantai. Memang kita melihat dari
dekat bahwa keuskupan ini berbeda jika dibandingkan dengan keuskupan lain di
Indonesia.
Di tengah medan
pastoral yang sulit dijangkau ini, petugas pastoral yang bertugas di sana
adalah Pastor Yustinus Rahangiar, Pr; Pastor Samuel Ohoiyaan, PRR; Pastor
Ronald Sitanggang, PR; dan Suster-suster tarekat PRR selalu setia dan bertahan
melayani umat Allah di dekenat ini. Dalam dekenat ini terdiri dari beberapa
kabupaten: Kabupaten Intan Jaya
“Bilogai”, Kabupaten Puncak Jaya “Mulia”, Kabupaten Puncak Papua “Ilaga”, Kabupaten
Nduga “Beoga”, dan Kabupaten Mamberamo Raya.
Semua kabupaten ini
berada di ketinggian pegunungan Papua Tengah. Dalam gunung yang tinggi dan
menjulang membuat kesulitan sekali untuk dijangkau. Tetapi tenaga pastoral
selalu melayani dan menyerbarluaskan Injil-Nya dengan penuh semangat karena
Tuhan Yesus menyertai mereka. Dan diberikan apresiasi khusus atas pelayanannya
kepada umat Allah di dalam medan berat ini. Namun mereka tanpa kenal kesulitan
dingin dan tidak kenal lelah dan capek, dapat menyebarluaskan cinta kasih Allah dan Injil-Nya
diberbagai kampung di dekenat ini.
Dibutuhkan
Semangat Pelayanan yang Lebih
Kita dipanggil untuk
pelayanan. Kita menjadi seorang pelayan karena kita adalah pilihan Allah. Kita
adalah orang yang dipilih untuk penyiaran saluran kasih Allah kepada semua
budaya, daerah, suku, bangsa, dan ras. Kesulitan medan pastoral bukan sebagai
alasan untuk tidak menyebarluaskan kasih Allah. Namun kita dipanggil untuk membuka
cakrawala hati dan pikiran umat Allah yang dikasihi-Nya.
Kesulitan medan tidak
membuat kita nonton saja. Dengan medan yang berat ini, tidak membuat kita takut
dan gentar melainkan kita dituntut agar semangat pelayanan yang lebih.
Pelayanan yang tanpa batas waktu. Kita diutus justru karena medan yang sulit
dan dimedan perang untuk menyiarkan berita tentang cinta kasih Allah dan
Injil-Nya demi keselamatan bagi segenap umat Allah.
Menjadi
Siap Diutus
Menyelidik
situasi pastoral kita terutama dalam karya pewartaan dan pelayanan Gereja di
tanah Papua dewasa ini terasa amat penting.
Mengapa demikian? Karena karya pewartaan dan pelayanan Petugas Pastoral sangat
terbuka dan telanjang di hadapan dunia. Dalam konteks ini, Petugas Pastoral yang berkarya di
tanah Papua khususnya di Keuskupan Timika dihadapkan dengan sejuta persoalan
dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Persoalan-persoalan yang terjadi sangat
kompleks dan rumit. Berbagai media cetak maupun elektronik selalu menampilkan
wajah-wajah masyarakat Papua yang sedih, suram, kelam dan wajah yang tengah
menantikan uluran tangan dan belas kasihan dari kita.
Bahkan medan pastoral yang
sulit dijangkau baik di gunung maupun di pesisir pantai. Berbagai teori yang
kita peroleh dari dunia pendidikan itu, tidak berlaku ketika kita berada di
medan pastoral ini. Yang berlaku adalah dengan rendah hati dan tenang melayani
Tuhan kepada saudara-saudara kita di gunung maupun pesisir pantai di wilayah
pelayanan Keuskupan Timika khususnya di Dekenat Moni-Puncak.
Gambaran-gambaran lain yang dapat ditakutkan dapat terlihat dalam pemandangan tentang
konflik dan kekerasan sosial, praktek korupsi, kolusi, nepotisme, hedonisme,
perjudian, kemabukan, tahyul, diskriminasi suku, budaya, gender, fanatisme
religius, materialistis yang menggila dan menggurita, keserakahan ekonomi,
mewabahnya kekerasan masyarakat bawah oleh aparat penegak hukum, kambinghitam
yang mengatasnamakan kelompok separatis (OPM) dan merong-rong keutuhan NKRI,
serta kerusakan mama bumi Nemangkawi oleh PT. Freeport Indonesia yang
merugikan salah satu komunitas alam dari
orang asli Papua bahkan pelanggaran HAM yang tidak dapat dilitanikan satu
persatu. Semua gambaran itu ada dalam pelayanan
pastoral keuskupan kita. Dalam konteks seperti itulah, pelayan pastoral diutus
untuk melayani dan menyapa mereka. Karena mereka inilah anak-anak Allah
sehingga kita diutus untuk melayani mereka tanpa batas waktu. Dengan harapan
untuk memuliakan Allah dan mencintai sesama manusia. Demikianlah!
Penulis: Petugas Pastoral
Keuskupan Timika
Tidak ada komentar:
Posting Komentar