Membagi Hidup
Persaudaraan
demi Kemuliaan
Allah dan untuk Sesama Kita
Pada perjamuan terakhir
dengan para rasul, Engkau membasuh kaki mereka. Engkau memberikan teladan agar
saling membagi dan hidup dalam persaudaraan. Bahkan sebagai murid Kristus, harus
saling melayani satu sama lain. Dan pada saat yang sama, Engkau meramalkan
sengsara-Mu namun sempat menghibur mereka. Memberikan teladan supaya orang
hidup dalam persaudaraan dan saling melayani sebagai saudara dan saudari murid
Kristus. Karena itu, sebagai murid-Nya kita mesti membagi hidup persaudaraan
demi kemuliaan Allah dan untuk sesama manusia.
Bercanda
Ria bersama Para Suster Ursulin di Keuskupan Timika
Suatu saat saya
berjumpa dengan seorang Suster Ursulin, Sr. Engeline Tena, OSU. Saya diajak ke
biara. Di sana ada dua suster yang lain, Sr. Elisabeth Jus, OSU yang biasa di
sapa Sr. Elis, dan Sr. Maria Goretty Lopa, OSU, yang biasa di sapa Sr. Etty.
Dalam obrolan dan
bercanda ria kami siang itu, saya bertanya tentang karya suster Ursulin di Papua
khususnya di Keuskupan Timika. Ursulin (OSU) berada di Timika sejak September
2005. Mereka membantu keuskupan Timika. Fokus perhatiannya adalah Asrama Putri
Salus Populi, mengajar di sekolah, team pastoral paroki Katedral, dan kantor
Keuskupan Timika. Sebagai komunitas Ursulin mereka terlibat pendampingan
anak-anak asrama ini, pendekatan dengan masyarakat asli memberi waktu untuk
mereka khususnya orangtua dari anak-anak asrama.
Berkaitan dengan
asrama, Suster Maria Goretty, OSU sebagai pembina dan pendamping asrama itu.
Suster mengatakan bahwa penghuni asrama sebanyak 39 anak. Mereka harus dibina
dan diajari agar mereka mandiri kelak. Kegiatan harian mereka adalah doa,
belajar, kursus komputer, dan kerja. Kegiatan-kegiatan itu mereka menjalaninya
dengan semangat dan tenang, kata seorang penghuninya, ketika ditanya. Anak
asrama putri ini bisa tampil menyanyikan mazmur di Katedral Timika. Mereka juga
terlibat sebagai lektor, dan membawakan lagu di paroki-paroki sekitar kota
Timika. Misalnya mereka membawakan lagu
perayaan hari minggu prapaskah di paroki Mapurujaya pada 22 Maret 2015.
Perayaannya sangat ramai dan umatnya merasa senang dengan lagu-lagu dari
putri-putri sion ini. Setelah itu dilanjutkan dengan rekreasi bersama di pantai
Poumako. Kemudian dilanjutkan dengan membawakan lagu bersama umat di Kwamki
Lama dalam perayaan Minggu Palma pada 29 Maret 2015.
Ketika ditanya
bagaimana proses berjalannya pembinaan di asrama? Proses pembinaan dan
pembelajaran asrama cukup berjalan baik. Tetapi kesulitannya hanya saja anak-anak
malas belajar dan kurang adanya motivasi belajar. Karena itu, dibutuhkan banyak
pihak untuk memberikan dukungan dan motivasi untuk anak-anak agar mereka
termotivasi dan semakin lebih belajar demi pembangunan sumber daya manusia di
tanah Papua. Asrama ini milik dan diperhatikan oleh Keuskupan Timika.
Dalam hidup bersama,
mereka selalu membagi hidup sebagai tanda persaudaraan. Mereka saling
mendengarkan satu sama lain. Mereka saling menyapa dan bekerjasama sebagai satu
komunitas asrama. Karena mereka dibina dan diajarkan oleh para Suster Ursulin.
Para penghuni selalu hidup bersama dengan para suster. Dikatakannya bahwa
mereka merasa bersyukur menjadi putri sion Solus Populi. Karena kami belajar
banyak hal dari asrama ini. Akhirmya diharapkan ada yang terpanggil menjadi
biarawati demi kemuliaan Allah dan mencintai sesama di sekitar kita, minimal
semangat dari para suster yang terpatri di hati manusia.
Pengabdian
demi Allah dan Untuk Sesama Manusia
Bersyukur karena Tuhan
senantiasa menyertai dalam perjalanan berkarya di tanah Papua. Tuhan Yesus
sangat baik dan memberikan semangat dan penghiburan dalam perjalanan hidup
membiara di Biara Ursulin. Sebagai satu komunitas biara, semangat apa yang
selalu berkobar dalam pelayanannya? Jawabnya “Pelayanan untuk “Man for God” and
“Man for others”.
Selanjutnya semangat
pelayanan kita adalah bukan untuk mencari kekayaan. Bukan pula mencari
popularitas. Bukan juga supaya orang lain memberi jempol. Tetapi semangat
pelayanan adalah pelayanan untuk Tuhan dan pelayanan untuk orang lain. Kami
tidak punya apa-apa dalam hidupnya dan dalam pelayanannya. Karena itu, hidup
kami dan panggilannya untuk Tuhan Allah.
Kita ditinggalkan dari
segalanya dari keluarga, marga, suku, dan budayanya hanya untuk Allah dan
sesama yang kita layani. Tanpa keterikatan apa pun dalam hidupnya sehingga rasa
gembira dan bahagianya dan berkata “kami dipanggil untuk melayani bagi Allah
dan sesama manusia tanpa terkecuali”. Itulah semangat yang dapat mengobarkan
cinta Tuhan di tengah umat di Keuskupan Timika Papua. Gaiya/Santon Tekege!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar