PERAN ALUMNI
ADHI LUHUR NABIRE
DIERA
OTONOMI KHUSUS DI PAPUA
“Sebuah
Refleksi yang disampaikan dalam pertemuan Alumni Adhi Luhur Nabire di Kota
Study Jayapura, sejak 15 September 2013”
Oleh Santon Tekege
Dalam realitas
memperlihatkan bahwa banyak masalah yang kita hadapi di Papua. Masalah-masalah
tersebut, pemerintah tidak mampu mencari jalan keluar yang baik. Maka itu
keterpurukan dan kemiskinan semakin meningkat setiap tahun di Papua. Bahkan
masalah sejarah Papua sejak 1963 sampai Papua dicaploknya menjadi bagian
Indonesia sejak 1969, masalah pelanggaran HAM, marginalisasi orang setempat, masalah
pendidikan dan kesehatan, serta krisis budaya “Schock Cultur” pun dapat
didengarkan di mana-mana di Papua. Itulah dampak yang muncul akibat adanya tidak
konsisten dari pemerintah pusat dan daerah untuk kedua Propinsi Indonesia Timur
“Propinsi Papua dan Papua Barat”. Dalam suasana seperti ini, di manakah peran
Alumni Adhi Luhur Nabire untuk Papua?
Keterpurukan
dan Kemiskinan Orang Papua
Di sini hukum keberpihakan
bagi orang Papua “orang asli Papua” sangat jelas dalam Pemberlakuan UU. No.21
tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Special Autonomy) atau “Otsus”. Tetapi Otsus
selama 12 tahun ini tidak berhasil menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh
orang asli Papua. Implementasi UU Otsus Papua hingga kini tidak dapat
memperlihatkan keberhasilan dan kesejahteraan ekonomi bagi orang asli Papua.
Dalam tahun 2003, BPS Propinsi Papua melaporkan bahwa 80% dari 2.469.785
Penduduk Papua adalah penduduk miskin secara nasional. Setelah beberapa tahun
kemudian tahun 2007, BPS Propinsi Papua mengatakan bahwa 81,52% miskin di Papua. Kini data BPS Pusat (Indonesia)
2010 menunjukkan bahwa Propinsi Papua
(37,53%) dari 2.851.999 jiwa penduduk Papua dan Papua Barat (35,71%) paling
tinggi tingkat kemiskinan secara nasional dari seluruh Propinsi di Indonesia.
Kedua Propinsi ini paling termiskin di seluruh Indonesia. Meskipun dana trilyun
rupiah dikucurkan ke Propinsi Papua dan Papua Barat, orang Papua masih hidup di
bawah garis kemiskinan yang kaya raya akan sumber daya alamnya. Kita tidak bisa
disangkal atas realita ini. Kita tidak boleh manipulasi kenyataan hidup bagi
orang Papua. Memang orang Papua mengalami keterpurukan dan kemiskinan di
tanahnya sendiri. Saya sangat menarik salah satu tulisan di spanduk saat
Mama-Mama Pedagang Asli Papua demo di Gubernur Papua di ruangan Sasana Krida, bunyinya:
“Ketidakseriusan
Pemerintah Papua
untuk
Meningkatkan Kesejahteraan Ekonomi Bagi Orang Asli Papua, Maka MAMA-MAMA
PEDAGANG ASLI PAPUA MENDESAK SEGERA MEREALISASIKAN PEMBANGUNAN PASAR DI KOTA
SENTRAL JAYAPURA, 23 April 2012”
Kita mengakui bahwa “masalah pelanggaran HAM, marginalisasi
orang Papua, masalah pendidikan dan kesehatan, krisis budayanya sendiri (shock
cultur), dan kerusakan lingkungan dan
eksploitasi sumber daya alam semakin meningkat di Papua”. Orang Papua
dengan segala kekayaan alam yang melimpah hanya menjadi objek dasar di
negerinya sendiri. Keanekaragaman hayati dan non hayati yang berada diperut
bumi Papua seperti tembaga, nikel dan emas serta kayu, ikan dan minyak telah
dikeruk dan diambil oleh para penguasa. Semua kekayaan alam itu diambil hanya demi
kepentingan para kapital. Semua hasil kekayaan di bumi Papua dibawah keluar
Papua, sementara orang setempat dari kedua Propinsi Indonesia timur tercatat
urutan pertama termiskin di Indonesia.
Semua kekayaan alam
hanya dimanfaatkan demi kepentingan para elit dan kapital Indonesia dan negara
asing. Orang Papua hanya merasa bahwa di satu sisi sumber daya alam habis dan
di bawa keluar Papua, tetapi di sisi lain peningkatan kaum transmigrasi ke
Papua. Orang Papua sungguh sangat dilemantis bagaikan seekor udang kejepitan di
tengah-tengah batu. Makanya itu, orang asli Papua mengalami kehilangan hak-hak
dasar, krisis nilai-nilai budaya akibat pengaruh luar dan kehilangan
tempat-tempat sakral di Papua. Lebih jauh, mereka hanya berada dalam substansi
kemiskinan dan keterpurukkan. Lantas: Di manakah kesejahteraan bagi orang Papua?
Tidak
Konsisten Pemerintah Pusat Di Papua
Pemberlakuan UU Otsus
oleh pemerintah pusat bagi Papua dengan tujuan “untuk menjamin meningkatkan
kesejahteraan, melindungi hak-hak dasar orang asli Papua dan memelihara
nilai-nilai kultur serta melancarkan pembangunan”. Namun, Pemerintah
(Pusat dan daerah) tidak melaksanakan substansi dari amanat Otsus secara
konsisten dan menyeluruh. Empat pilar amanat Otsus ini hanya sebuah wacana di
publik agar dipercayai oleh negara lain yang mendukung implementasi UU Otsus
bagi Propinsi Papua dan Papua Barat. Ketidakseriusan Pemerintah pusat dapat
diperlihatkan setelah pengesahan UU Otsus oleh Presiden Megawati Soekarnoputri
menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) No.1 Tahun 2003 tentang Percepatan
Pembentukan Propinsi Irian Jaya Barat dan Tengah tanpa pendekatan dengan
pemerintah daerah Papua dan masyarakat asli Papua. Keputusan ini dibuat oleh
Presiden yang sama tanpa menyadari melanggar UU Otsus Papua. Di zaman
kepemimpinan Presiden SBY dapat meneruskan dan
memaksakan pembentukan Propinsi Irian Jaya Barat (Irjabar). Karena
merasa gagal implementasi UU Otsus di Papua, Pemerintah Indonesia di bawah
kepemimpinan SBY dapat menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) No.5 Tahun 2007
tentang Percepatan Pembangunan di Propinsi Papua dan Papua Barat. Instruksi
Presiden (Inpres) ini menjadi peraturan Presiden SBY No.66 Tahun 2011 tentang
Unit Percepatakan Pembangunan Papua dan Papua Barat (UP4B). Kini berita ini
sangat hangat diwacanakan di publik di Indonesia pada umumnya dan Papua pada
khususnya. Masyarakat Papua menolak dengan paket Pemerintah Indonesia melalui
UP4B di Papua dan Papua Barat.
Kini isu mengenai “RUU
Otsus Plus” ramai dibicarakan di Papua. Pemerintah Indonesia melalui Gubernur
Propinsi Papua Lukas Enembe berpikir dengan adanya Otsus Plus, warga Papua akan
peningkatan kesejahteraan orang Papua.
Namun setelah dibacanya RUU Otsus Plus ternyata diketahui jiplakan dari UU
Otsus Pronpinsi Aceh di Papua. Bahkan isinya dari RUU sangat bertolak belakang
dengan situasi masyarakat Papua. RUU Otsus Plus itu, ternyata copy paste dari
propinsi lain di Papua. Ketika mendengar itu, masyarakat dan semua pihak Papua
menolak RUU Otsus Plus di Papua. Dinilai mencoreng nama Indonesia dan Presiden
Indonesia di Publik. Bodohlah Indonesia tapi juga bodohlah pejabat Papua yang
menjiplak RUU dari Propinsi lain di Papua.
Peran
Alumni Adhi Luhur Nabire di Papua
Dalam konteks di Papua
bahwa orang Papua merasa tidak diperhatikan Pemerintah (pusat dan daerah) di
Papua. Orang Papua merasa tidak disapa oleh Pemerintah Indonesia dan Papua.
Mereka juga dapat hidup seperti yatim piatu. Mereka disingkirkan oleh sistem
dan struktur Pemerintah yang mencari keuntungan dan kenikmatan semata di Papua.
Pemerintah Papua tidak mampu membuat kebijakan yang jelas bagi orang Papua, “misalnya tidak adanya kebijakan khusus bagi
orang asli Papua”. Orang Papua dibiarkan oleh Pemerintah Papua tanpa tempat
jualan yang layak secara modern, begitu pun aspek lainnya di Papua. Pemerintah
Papua tidak memberdayakan orang Papua. Walaupun mereka merasa penting
pembangunan manusia melalui bidang pendidikan dan kesehatan serta
diberdayakannya untuk peningkatan kesejahteraan ekonomi. Namun Pemerintah
Indonesia (pusat dan daerah) buta melihat walaupun tahu karena itu bagusnya
diberi gelar “matanya terbuka lebar tapi tidak melihat seperti ikan cakalang di
pasar Youtefa”.
Maka dari itu, Alumni
Adhi Luhur Nabire dipanggil untuk membuat terobosan-terobosan baru demi
pembaharuan situasi di Papua. Alumni Adhi Luhur bukan penonton tetapi mesti
menjadi pemain dalam segala aspek pembangunan dengan prinsip dasarnya adalah
keberpihakan pada orang Papua. Alumni Adhi Luhur juga mesti hadir sebagai
sarana pembangunan di segala aspek. Bahkan mesti menjadi jembatan bagi orang
Papua dalam keterpurukan dan kemiskinan yang dialaminya di Papua.
Akhirnya setiap kita
mesti memperlihatkan peradaban kasih pada ciptaan di bumi ini. Karena peradaban
kasih merupakan harapan setiap orang, apa pun latar belakangnya. Semua orang
hendak hidup dalam kasih, damai, dan diperlakukan adil pada semua tempat dan
waktu. Seruannya: wa..wa..wa..wa..wa.
Penulis: Alumni Adhi
Luhur Nabire pada STFT-Fajar Timur, Abepura-Papua
Tidak ada komentar:
Posting Komentar