Sejumlah pihak menilai, lemahnya pemerintah daerah di Papua dalam melaksanakan roda pemerintahan mengakibatkan timbul gejolak di tengah masyarakat. Gejolak itu mencuat dalam bentuk kekerasan.
Seperti aksi penyerangan kelompok sipil bersenjata yang mengakibatkan 4 warga sipil dan 8 anggota TNI meninggal dunia di Distrik Sinak, Kabupaten Puncak dan Distrik Tingginambut, Kabupaten Puncak Jaya, pekan lalu (21/2/2013).
Uskup Timika, Mgr John Philip Saklil Pr yang ditemui siang tadi (28/2/2013) di ruang kerjanya, mengaku prihatin setiap persoalan di Papua harus berakhir dengan kekerasan, bahkan sampai jatuh korban jiwa.
Menurutnya, seharusnya tokoh-tokoh pemerintahan setempat memegang peranan penting untuk memediasi segala aspirasi masyarakat. Namun dalam kenyataannya justru pemerintah alpa, sehingga masyarakat harus berhadapan dengan aparat. Tidak mengherankan jika warga bertindak dengan cara-cara militer.
Menurut John Saklil, di Papua hampir setiap permasalahan yang dialami oleh warga, entah dengan perusahaan ataupun akibat kelalaian pemerintah, akan berhadapan dengan aparat, sehingga seolah dalam situasi perang.
"Banyak daerah di pedalaman Papua yang terisolir, hanya ada pos tentara atau polisi. Sementara aparat kampung ataupun distrik/ kecamatan tidak pernah berada di tempat. Sehingga tentara atau polisi itulah yang menjadi camat, jadi kepala kampung. Tidak mengherankan jika terjadi permasalahan, warga langsung berhadapan dengan aparat," jelas John Saklil yang cukup lama bekerja di daerah Pegunungan Tengah Papua.
John Saklil berharap agar kejadian yang berlangsung pekan lalu diusut tuntas, dan menemukan akar permasalahannya sehingga bisa diselesaikan secara manusiawi. Ia khawatir jika kasus tersebut tidak terselesaikan, kejadian serupa akan terus berulang.
Hal senada diungkapkan Ketua Komisi A DPRD Mimika, Athanasius Allo Rafra, yang menilai kasus yang terjadi pekan lalu, bukanlah yang pertama di Papua. Bahkan, menurutnya, pernah ada yang lebih bergejolak sehingga ia sangat yakin permasalahan ini sangat bisa diselesaikan.
"Buktinya, hanya beberapa daerah saja di pegunungan yang bergolak, ada apa? Apakah karena pembangunan tidak berjalan baik. Oleh karena itu perlu ada evaluasi terhadap daerah, terhadap pemerintah daerah setempat dan aparat keamanan yang bertugas. Apakah ini ada permainan ataukah karena kelalaian mereka," jelas Allo Rafra, yang pernah menjabat Kepala Biro Pemerintahan Propinsi Papua.
Allo berharap, selain melakukan evaluasi terhadap pemerintah daerah setempat, juga harus mendorong pembangunan, khususnya di daerah yang sangat terisolasi, karena menurutnya hampir semua warga Papua menginginkan pembangunan di daerah mereka. (Sumber Kompas EDISI, 28 Febaruari 2013)
.
Uskup Timika, Mgr John Philip Saklil Pr yang ditemui siang tadi (28/2/2013) di ruang kerjanya, mengaku prihatin setiap persoalan di Papua harus berakhir dengan kekerasan, bahkan sampai jatuh korban jiwa.
Menurutnya, seharusnya tokoh-tokoh pemerintahan setempat memegang peranan penting untuk memediasi segala aspirasi masyarakat. Namun dalam kenyataannya justru pemerintah alpa, sehingga masyarakat harus berhadapan dengan aparat. Tidak mengherankan jika warga bertindak dengan cara-cara militer.
Menurut John Saklil, di Papua hampir setiap permasalahan yang dialami oleh warga, entah dengan perusahaan ataupun akibat kelalaian pemerintah, akan berhadapan dengan aparat, sehingga seolah dalam situasi perang.
"Banyak daerah di pedalaman Papua yang terisolir, hanya ada pos tentara atau polisi. Sementara aparat kampung ataupun distrik/ kecamatan tidak pernah berada di tempat. Sehingga tentara atau polisi itulah yang menjadi camat, jadi kepala kampung. Tidak mengherankan jika terjadi permasalahan, warga langsung berhadapan dengan aparat," jelas John Saklil yang cukup lama bekerja di daerah Pegunungan Tengah Papua.
John Saklil berharap agar kejadian yang berlangsung pekan lalu diusut tuntas, dan menemukan akar permasalahannya sehingga bisa diselesaikan secara manusiawi. Ia khawatir jika kasus tersebut tidak terselesaikan, kejadian serupa akan terus berulang.
Hal senada diungkapkan Ketua Komisi A DPRD Mimika, Athanasius Allo Rafra, yang menilai kasus yang terjadi pekan lalu, bukanlah yang pertama di Papua. Bahkan, menurutnya, pernah ada yang lebih bergejolak sehingga ia sangat yakin permasalahan ini sangat bisa diselesaikan.
"Buktinya, hanya beberapa daerah saja di pegunungan yang bergolak, ada apa? Apakah karena pembangunan tidak berjalan baik. Oleh karena itu perlu ada evaluasi terhadap daerah, terhadap pemerintah daerah setempat dan aparat keamanan yang bertugas. Apakah ini ada permainan ataukah karena kelalaian mereka," jelas Allo Rafra, yang pernah menjabat Kepala Biro Pemerintahan Propinsi Papua.
Allo berharap, selain melakukan evaluasi terhadap pemerintah daerah setempat, juga harus mendorong pembangunan, khususnya di daerah yang sangat terisolasi, karena menurutnya hampir semua warga Papua menginginkan pembangunan di daerah mereka. (Sumber Kompas EDISI, 28 Febaruari 2013)
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar