Senin, 21 September 2015

PAUS FRANSISKUS: Negara Kaya memiliki "UTANG EKOLOGIS" pada Negara Miskin di dunia!

Paus Fransiskus: Negara kaya memiliki ‘utang ekologis’ pada negara miskin

18/09/2015
Paus Fransiskus: Negara kaya memiliki ‘utang ekologis’ pada negara miskin thumbnail

Negara-negara kaya memiliki “utang ekologis” yang harus dibayarkan kepada negara-negara miskin dengan mengakhiri limbah makanan, mengurangi konsumsi energi tak terbarukan dan investasi dalam pembangunan berkelanjutan, kata Paus Fransiskus.
“Lingkungan hidup merupakan sesuatu yang baik” maka setiap orang memiliki tugas untuk melindungi – tugas yang “menuntut kerjasama yang efektif dari seluruh masyarakat internasional,” kata Bapa Suci kepada sebuah kelompok Menteri Lingkungan Hidup dari negara-negara Uni Eropa.
Ketika sampai pada perumusan kebijakan dan pelestarian lingkungan, para pemimpin harus memperhitungkan prinsip-prinsip keadilan, solidaritas dan partisipasi, katanya selama pertemuan pada 16 September.
Keadilan yang lebih besar, kata Bapa Suci, berarti menangani “utang ekologis,” yaitu, hutang negara-negara kaya kepada negara-negara miskin karena ketidakseimbangan perdagangan dan “penggunaan tidak proporsional” sumber daya alam dari negara-negara kaya.
“Kita harus menghormati hutang ini,” katanya kepada para menteri tersebut, seraya menambahkan bahwa pertama dengan “memberikan contoh yang baik.”
Negara-negara harus membatasi konsumsi mereka dari energi tak terbarukan dan memberikan negara-negara yang lebih membutuhkan dengan sumber daya yang mempromosikan pembangunan berkelanjutan, katanya.
Mereka harus mengadopsi cara-cara yang lebih baik untuk mengelola hutan, transportasi dan sampah, sementara dengan “serius mengatasi masalah berat termasuk limbah makanan.”
Berjuang mengatasi degradasi ekologi harus dikaitkan dengan solidaritas dan melawan kemiskinan, katanya, karena orang miskin lebih rentan terkait lingkungan yang rusak. Ini juga perlu membantu masyarakat lebih miskin mengakses teknologi dan pembangun yang mereka butuhkan, katanya.
Terakhir, perlu ada partisipasi yang lebih besar dalam proses pengambilan keputusan sehingga orang yang sering terpinggirkan dapat bersuara, katanya.
“Di satu sisi, ilmu pengetahuan dan teknologi telah menempatkan kekuatan belum pernah terjadi sebelumnya di masa kita, di sisi lain penggunaan yang benar dari kekuatan yang mengandaikan penerapan visi” yang lebih holistik dan melibatkan lebih banyak orang dalam dialog, katanya.
Dunia sedang menghadapi “tantangan budaya, spiritual dan pendidikan,” kata Bapa Suci. Namun, solidaritas, keadilan dan partisipasi  diperlukan untuk “menghormati martabat kita dan penciptaan rasa hormat.”
Sumber: ucanews.com

Tidak ada komentar: