Menko Polhukam: Gereja jangan berpolitik
21/09/2015
Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan mengingatkan para pimpinan Gereja untuk tidak boleh ada ambisi-ambisi politik yang dimasukan dalam Gereja.
“Gereja itu perannya bukan untuk berpolitik, Gereja adalah perpanjangan tangan Tuhan, dan harus membawa persatuan yang lurus dan utuh untuk umatnya sehingga jemaatnya menjadi lentera pembangunan dimana saja di seluruh pelosok Indonesia,” kata Luhut ketika membuka acara Sidang Sinode Gereja Masehi Injil di Timor (GMIT) ke -33 di Bumi Tii Langga Kompleks Perkantoran Baa, Kabupaten Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur, Minggu (20/9/2015).
Luhut meminta, gereja harus berperan menyatukan seluruh umat. GMIT menjadi organisasi yang sudah tua dan sangat diharapkan untuk bisa memainkan peran pemersatu. Tidak hanya itu, ia juga mengharapkan agar Gereja mampu bekerja mencerdaskan jemaat.
“Saya harap dalam Sidang Sinode GMIT ke-33 ini harus bisa dikedepankan agenda ini dan Sinode GMIT harus punya warna, agar para Pendeta bisa mencerdaskan para jemaat, dan tidak hanya berkhotbah di mimbar saja,” kata Luhut.
Menurut Luhut, Gereja harus memainkan peran mendidik dan jangan hanya mau bertikai di dalam saja. “Saya senang karena sejauh yang saya pantau, GMIT merupakan organisasi Gereja yang tua yang masih bersatu, jangan ikut-ikutan seperti HKBP,” ujarnya.
Luhut mengaku terpukau dengan potensi pulau Rote yang berada di Selatan NKRI.
“Dari atas saya lihat Pulau Rote sangat indah, dan pemerintah mencanangkan pariwisata menjadi pusat penerimaan bangsa, sehingga pembangunan infrastruktur pariwisata, menjadi sangat penting sehingga saya berharap, NTT didorong agar pariwisatanya lebih bagus lagi,” kata Luhut.
Disebutkan Luhut, perkembangan ekonomi harus didukung oleh mental manusianya, dan peran Gereja sangat penting dal hal itu.
“Saya ingin melihat bahwa Rote ini menjadi pusat wisata yang bagus, juga dengan hasil rumput laut yang besar yang bisa menjadi industri. Juga perikanan, serta pertanian berkembang di sini sehingga daerah ini menjadi lebih makmur. Para Pendeta menjadi kunci untuk menyebarkan pendidikan,” ujar Luhut.
Di tempat yang sama, Ketua Sinode GMIT Pendeta Robert Litelnoni mengatakan, Sidang Sinode GMIT merupakan momentum empat tahunan yang mengumpulkan semua majelis klasis, majelis jemaat, dan majelis sinode untuk mengevaluasi pelayanan yang sudah dilaksanakan selama empat tahun.
Gereja, kata Litelnoni, saat ini selalu berhadapan dengan dinamika kehidupan yang menuntut Gereja untuk memberikan kontribusi yang berarti bagi masyarakat. Dalam konteks NTT, berbagai masalah saat ini yang juga menjadi masalah nasional seperti kemiskinan, pendidikan, kesehatan, human trafficking, TKI/TKW, kekerasan tarhadap anak dan perempuan, pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup, serta korupsi dan ketidak adilan, adalah bagian dari tugas dan penggilan Gereja yang tidak bisa diabaikan.
“Kita tidak bisa berjuang sendiri mengahadapi persoalan jemaat, tetapi kita perlu sehati dan bergandengan tangan dengan berbagai pihak termasuk pemerintah untuk mengatasi persoalan itu. Untuk bapak Presiden, kami berdoa kiranya beliau dapat berkujung ke daerah yang paling selatan ini yang menjadi pintu gerbang NKRI,” harap Litelnoni.
Sementara itu, Ketua Umum Panitia, Ibrahim Agustinus Medah mengatakan, kerukunan hidup di NTT terbina sudah sejak dahulu dan sudah berjalan bertahun-tahun lamanya yang patut dijadikan contoh kerukunan di Indonesia.
“Di Rote Ndao dan bahkan di daerah-daerah lain di NTT, bangunan gereja berhimpitan dengan bangunan masjid. Dalam acara pembukaan ini saja, umat Islam dan umat dari Gereja Katolik, juga turut serta dalam tarian-tarian dan paduan suara. Jika semua umat beriman meskipun berbeda namun hidup rukun, maka Tuhan akan memberikan berkat-berkatnya,” kata Medah.
Medah yang juga adalah anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal NTT, mengatakan, jemaat GMIT saat ini sudah mencapai lebih dari 1 juta orang dengan jumlah pendeta lebih dari 1.000 orang. (Kompas.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar