Duka Nestapa
Terulang Di Kota Emas alias Kota Dollar
(Gorong-Gorong Timika
Berdarah pada 28 September 2015)
Oleh Santon Tekege
Pengantar
Kehidupan di kota
Dollar Timika semakin mencekam. Para aparat keamanan menggunakan alat negara
untuk menghabiskan nyawa kehidupan orang asli Papua. Aparat keamanan yang
bertugas di kota Dollar ini selalu memakai kesempatan dan dalam ruang yang bisa
membidik warganya sampai menembak mati. Seperti yang kita rasakan tadi malam
sungguh menyedihkan sekali kelakuan aparat keamanan di Tanah Papua khusus di
kota Dollar di Timika.
Sementara Kisah Koperapoka
berdarah sebulan lalu belum tuntas secara hukum militer yang terjadi pada 28 Agustus 2015. Lalu selisih 30 hari
kemudian pada 28 September 2015 menjadi kisah berikutnya yaitu “Gorong-Gorong Timika Berdarah”.
Saya mendengar bahwa
kisah penembakan di Gorong-Gorong menjadi duka mendalam. Langsung kota Timika
menjadi kota mencekam oleh karena pendekatan aparat keamanan yang sangat kekanak-kanakan
itu. Justru karena kekanakan oleh aparat keamanan itu sehingga aparat keamanan
melakukan tindakan sewenang-wenang tanpa alasan menembak mati seorang pelajar,
dan mengalami luka-luka tembak terhadap kawan-kawan dari si korban mati tempat
itu, dan mengalami luka-luka tembakan pada beberapa warga di Gorong-Gorong
Timika Papua pada 28 September 2015.
Ini
kronologis versi Keluarga Korban dan Masyarakat Gorong-Gorong Berdarah
a.
Penembakan
Tahap Pertama
Seperti biasanya
masyarakat selalu jalan-jalan mengirup udara kota alias mencari angin segar.
Para korban pun pergi jalan-jalan ke Gorong-Gorong dalam keadaan normal atau
tanpa minum mabuk atau kasar terhadap siapa pun yang berada di sekitar
Gorong-Gorong.
Demikian pun para
korban dari rumahnya keluar jalan-jalan di Gorong-Gorong pada 28 September
2015, jam 19.00 (jam 7 malam) waktu Papua. Kemudian korban diperhadapkan secara
tiba-tiba oleh aparat kepolisian.
Ceritera dari saksi
(tidak mau disebutkan namanya) bahwa “sebelumnya seorang anggota kepolisian
datang dan masuk di rumah salah satu keluarga di samping anak-anak muda itu
berada di letak di bawa tower Telkomsel di Gorong-Gorong. Tetapi anak-anak muda
itu, mereka duduk-duduk tanpa melakukan kegiatan apa pun. Kemudian polisi itu
keluar dari rumah dan menelpon rekan-rekan kepolisian. Beberapa menit kemudian,
muncul satu (1) truk kepolisian dan dalam
mobil truk itu banyak kepolisian, dua (2) mobil kepolisian, dan puluhan motor
kepolisian datang di tempat itu. Akhirnya polisi (pelaku penembakan adalah Praka N, dari Polda Papua yang bertugas
Polsek Mimika Baru) berhasil tembak Kalep
Bagau (korban tewas), dan kawan-kawannya. Catatan pentingnya bahwa para
korban ini tidak berbuat gerakan apa-apa dan tidak ada minum mabuk. Namun entah
mengapa? Polisi langsung datang di tempat itu dan menembak mati seorang pelajar
dan kawan-kawan lainnya yang duduk bersama di tempat kejadian itu.”
Para saksi itu menceriterakan bahwa aparat
kepolisian berhasil menangkap Kaleb Bagau. Dan langsung ditembak mati. Ketika
ditanya para saksi mata, mengapa polisi berhasil menangkap dan menembak mati Kaleb Bagau, dan menembak kawan-kawan
lainnya? Jawabnya “Aparat keamanan menembak mati Kaleb Bagau tanpa alasan apa pun”. Sementara teman-teman lainnya yang
kena tembakan peluru tajam, luka ringan dan berat dan lari menghilang menerobos
aparat kepolisian yang banyak itu.
Kemudian para saksi
mengaku bahwa “setelah menembak mati Kaleb Bagau, langsung aparat kepolisian
mengangkat dan dibuang seperti binatang di got/parit di sekitar areal
Gorong-Gorong Timika.
Para saksi mata
mengatakan bahwa “sungguh sadis kelakuan aparat keamanan. Aparat kepolisian
tidak kalah lagi, langsung arahkan moncong senjata di masyarakat sekitarnya.” Kemudian
lanjutnya bahwa “arah senjata alias tembakan itu tidak melenceng atau bukan uji
coba atau bukan sebagai peringatan tetapi langsung kepada pihak korban.”
Dalam kasus kejadian
pertama ini menewaskan seorang Pelajar SMK PETRA Timika dan seorang anak
pelajar SMK Petra mengalami luka berat serta beberapa orang lainnya mengalami
luka-luka berat dan ringan. Nama-nama korbannya sebagai berikut:
1. Kaleb
Bagau (18) kena tembakan di bagian tubuh di dada dan mati tempat. Dia adalah
pelajar SMK Petra Timika.
2. Erfandi
Sabarofek (15) kena tembakan di dada bagian kiri dan paha kanan. Dia adalah
pelajar SMK Petra Timika kelas II.
3. Yanto
(20) (asal Biak) kena tembakan di kaki
4. Bastian
(19) (asal biak) kena tembakan di dada
5. Billy
Yoku (20) pukulan babak belur pakai moncong senjata dan luka-luka berat
b.
Penembakan
Tahap Kedua
Ketika mendengar berita
penembakan tewas seorang pelajar, masyarakat yang ada di sekitar Gorong-Gorong
langsung mengaduh ke pos kepolisian pada jam 20.00 (jam 8.00 malam). Masyarakat
tidak menerima sikap kepolisian yang menewaskan seorang pelajar dan menembak
beberapa pelajar sekolah di atas itu. Maka itu, masyarakat memblokade di areal
Gorong-gorong.
Kemudian masyarakat dan
pihak kepolisian aduh mulut. Masyarakat membakar areal gorong-gorong karena tidak
menerima sikap aparat kepolisian dan marah kepada pihak kepolisian. Masyarakat
juga membakar kios dan beberapa rumah warga di sekitar areal itu. Juga membakar
pos kepolisian brimob di areal gorong-gorong itu. Bahkan masyarakat meminta
pihak kepolisian
harus bertanggungjawab atas korban Gorong-Gorong Berdarah itu.
Namun pihak aparat
kepolisian tidak menerima sikap masyarakat itu dan langsung mengeluarkan peluru
tajam ke arah masyarakat. Sebenarnya pihak aparat keamanan mempertimbangkan apa
dampak dari penembakan itu tetapi aparat kepolisian langsung menembak dengan
senjata tajam ke masyarakat yang ada di sekitar Gorong-Gorong Timika. Akibat
dari itu, beberapa masyarakat mengalami luka ringan dan berat. Berikut adalah
nama-nama korban penembakan aparat kepolisian itu:
1. Dewina
Selegani (18) kena tembakan di tangan kanan (masyarakat sipil)
2. Hebel
Jagani (24) kena tembakan di lutut (masyarakat sipil)
3. Koni
Bagau (28) kena tembakan di pinggang (masyarakat sipil)
Keesokan harinya pada
29 September 2015, keluarga korban, masyarakat sekitar kota, dan Kelompok KNPB
mengarak Korban Jenazah di seluruh kota Timika. Mereka konfoi dan
mengarak-arakan sambil menangis dan kesedihan yang mendalam atas tertembaknya
beberapa anak pelajar SMK Petra. Mereka mengarak jalan dari rumah pusat KNPB
Timika menuju Polres Timika untuk menyerahkan korban penembakan itu. Tetapi di
pertengahan jalan di pekuburan areal ujung lapangan terbang Moses Kilanggin di
hadang gabungan Polisi dan Brimob. Gabungan polisi dan Brimob hampir membubarkan
massa dengan sikap kebrutalan tetapi melalui kesepakatan secara damai, berhasil
hadang ratusan masyarakat bersama kelompok KNPB itu. Karena gabungan Polisi dan
Brimob hadang jalan itu sehingga masyarakat bersama kelompok KNPB kembali ke
pusat KNPB. Jenazah korban penembakan Kaleb
Bagau (18) disembayamkan di markas KNPB Timika. Keluarga korban bersama
masyarakat dan kelompok KNPB sepakat dan merencanakan pemakaman akan
dilaksanakan pada, 30 September 2015 di SP 3.
c.
Sikap
Keluarga Korban
Keluarga korban Ayahnya
Kaleb Bagau, bapak Pdt Daniel Bagau, mengatakan bahwa kami merasa kehilangan
anak kami. Kami juga menangis kepada negara yang menghabiskan nyawa anak kami.
Kami minta maaf kepada pihak aparat keamanan pihak kepolisian yang melakukan
tindakan kanak-kanakan itu.
Tetapi kami keluarga
korban melihat bahwa kasus ini murni pelanggaran HAM. Maka itu, negara harus
bertanggungjawab. Para pelaku penembakan dalam hal ini pihak aparat kepolisian harus
diadili dan dihukum mati. Masalah ini bukan masalah antara keluarga pihak
korban dan kepolisian tetapi masalah ini menjadi masalah Papua, menjadi masalah
pelanggaran HAM dan menjadi masalah negara. Oleh karena itu, keluarga meminta
bahwa negara Indonesia harus bertanggung jawab atas korban penembakan ini.
Penutup
Kasus penembakan
“Koperapoka Berdarah Berdarah pada 28 Agustus 2015” belum selesai menurut hukum
militer, terjadi lagi kasus penembakan “Gorong-Gorong Berdarah pada 28
September 2015”. Selisih antara 30 hari saja dengan kasus Koperapoka Berdarah.
Penembakan demi
penembakan terus terjadi di seluruh pelosok tanah air di Tanah Papua. bagian
dari pengalihan kasus penembakan itu, pastilah dikabupaten lain atau di daerah
lain akan terjadi lagi kasus penembakan atau kasus perang suku atau kasus
tabrakan, dan lainnya. Orang Papua sungguh merasakan bagaimana pengalihan kasus
pelanggaran HAM ke masalah lain seperti yang terjadi selama ini.
Makanya itu, negara
Indonesia harus membidik para pelaku penembakan terhadap rakyat Papua. Bahkan
kami menyeruhkan kepada lembaga-lembaga Internasional agar mendesak negara
Indonesia supaya menarik aparat keamanan dari tanah Papua. Bahkan
Lembaga-lembaga Internasional harus menindak tegas terhadap Genocide yang
terjadi di tanah Papua.
Timika, 29
September 2015
Penulis: Petugas Pastoral Keuskupan
Timika-Papua