Minggu, 26 Juli 2015

KETUA NAHDATUL ULAMA (NU) PAPUA, TONI WANGGAI: ORMAS ISLAM DI LUAR PAPUA JANGAN TERPROVOKASI DENGAN INSIDEN TOLIKARA, PAPUA PADA 17 JULI 2015


Ketua Nahdatul Ulama (NU) Papua, Toni Wanggai meminta kepada semua umat Islam di Indonesia, khususnya Ormas Islam tak terprovokasi dengan insiden Tolikara.

Katanya, musholla terbakar karena api merembet dari kios yang dibakar, akibat tertembaknya beberapa warga GIDI, sebelum kejadian. Ia meminta Ormas Islam di luar Papua tak perlu mencampuri urusan di Papua.

"Kami Ormas Islam di Papua bisa menyelesaikan masalah ini. Jangan sampai membuat overlapping masalah di Papua. Mereka tak paham masalah sejarah, psikologi, sosial, dan budaya di Papua. Jangan menambah masalah," kata Toni Wanggai, Kamis (23/7/2015).

Menurut informasi yang ia dapat, ada kelompok Ormas Islam membentuk tim investigasi berlatar belakang fundamental. Ia khawatir, hal itu justru akan menambah masalah.

"Kami berusaha menyelesaikan masalah, jangan mereka menambah masalah. Masalah ini jangan dipolitisir. Kami lihat, baik dari Parpol dan Ormas Islam memblow-up masalah ini seolah mencari popularitas," tegasnya.

Kata dia, selama ini kerukunan umat beragam di Papua terjalin baik. Kejadian Tolikara, tak hanya mengorbankan umat Muslim, namun ada warga sipil setempat jadi korban penembakan.

"Membuat berita harus proporsional. Jangan hanya musholla terbakar yang disoroti. Ada warga yang tertembak. Tempat membangun musholla itu adalah tanah gereja yang diberikan. Inikan toleransi yang luar biasa. Gereja memberikan tanah untuk lokasi musholla," kata Wanggai.

Ia juga menyayangkan tertembaknya 12 warg sipil ketika itu. Kata Toni, kejadian itu tak perlu terjadi jika saja dilakukan pendekatan. Menurut dia, harusnya ada cara persuasif terlebih dahulu. Bukan melakukan penembakan.

Sementara Ketua FKUB, Pdt. Lipius Biniluk mengatakan, masalah itu dibesar-besarkan. Banyak berita beredar tak sesuai data lapangan. Banyak pemimpin yang sudah ke Tolikara, tetapi apa yang disampaikan tak objektif.

Dari Wamena, Forum Masyarakat Pegunungan Tengah Papua meminta semua pihak agar melihat secara jelih insiden tanggal 17 Juli 2015 dan tidak menilai dan berpendapat serta menganalisis dengan tujuan memecah belah kelompok tertentu.

"Apalagi menggiring isu ke konflik antar agama," kata Patricio Wetipo, perwakilan Forum Masyarakat Pegunungan Tengah Papua yang didampingi Muli Wetipo, Yance Itlay, Laorens Elosak, Dorkas Kossay, Melianus Wantik, Ronald Wetipo, Paskalina Daby, Alex Entama, Jecsaon Ikinia, Mira Wenda dan Naiben Wenda.

Masyarakat Pegunungan Tengah di Wamena ini menghimbau kepada semua pihak baik Pemerintah, TNI/Polri dan GIDI agar menjelaskan kejadian secara jujur dan adil yang diawali dari isi surat himbauan dan proses himbauan tersebut ke semua pihak, penembakan kepada masyarakat serta awal pembakaran kios masyarakat.

"Supaya dalam pemberitaan media tidak menjurus pada isu yang memecah belah kelompok minoritas," ujar Patricio, Kamis (23/7/2015).

Perwakilan Forum Masyarakat Pegunungan Tengah Papua lainnya, Paskalina Daby menegaskan pihak Kepolisian RI agar tidak hanya memeriksa masyarakat saja, tetapi juga Kapolres Tolikara dan jajarannya.

"Karena dari hasil investigasi, kami menilai Kapolres Tolikara dan jajarannya membiarkan isi surat pemberitahuan walaupun berpotensi mengganggu Kamtibmas," ujar Paskalina.

Forum Masyarakat Pegunungan Tengah Papua juga menegaskan kepada seluruh media massa,media elekronik, media online, yang berbasis nasional untuk tidak memberitakan pemberitaan yang membias dan memperkeruh situasi tanpa ada data yang lengkap.

"Terhadap korban yang tertembak, negara harus bertanggungjawab," tegas Patricio.

(Sumber: Tabloid Jubi)

PANGLIMA KODAM III SILIWANGI, Mayjen Dedi Kusdan Thamim: MASYARAKAT JANGAN MENGINTIMIDASI WARGA ASAL PAPUA YANG TINGGAL DI JAWA BARAT DAN BANTEN TERKAIT KASUS DI TOLIKARA, PAPUA, PADA 23 JULI 2015


Panglima Kodam III/Siliwangi, Mayjen Dedi Kusnadi Thamim mengatakan, masyarakat agar tidak terprovokasi atau mengintimidasi warga asal Papua yang tinggal di Jawa Barat dan Banten terkait peristiwa di Tolikara, Papua. 

"Semua masyarakat agar tidak intimidasi saudara kita dari Papua yang berada di sini (Jabar-Banten), mari semua pihak agar merangkul mereka (warga Papua)," kata Dedi usai apel bersama dan pengarahan kepada prajurit Kodam III Siliwangi di Stadion Siliwangi, Kota Bandung, seperti dilansir republika.co, Kamis (23/7/2015).

Ia menyampaikan agar seluruh anggota prajurit dan PNS di jajarannya beserta keluarganya untuk tidak mudah terhasut dan terprovokasi berkaitan insiden di Tolikara, Papua itu. 

Justru, lanjut dia, akan lebih baik untuk ikut serta menenangkan situasi di lingkungannya, dan bersikap jernih menghindari kebencian terhadap sesama warga Indonesia.

Pihaknya sudah melakukan upaya antisipasi agar kejadian Tolikara tidak meluas ke wilayah Jabar-Banten dengan meningkatkan koordinasi dan komunikasi terhadap sejumlah pihak untuk memastikan suasana aman dan tenteram.

"Saya sampaikan kepada kepala daerah, Danrem dan Dandim untuk menyikapi positif. Lalu saya mengumpulkan tokoh agama, tokoh masyarakat dan pemuda, tujuannya agar peristiwa di Tolikara tak terjadi di wilayah Kodam III/Siliwangi," kata Dedi.

Ia menambahkan, pihaknya, Rabu (22/7/2015) telah menggelar silaturahmi dan pertemuan dengan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) yang berkomitmen menciptakan situasi aman dan tidak terpengaruh terhadap insiden di Tolikara.

"FKUB sudah menyepakati bahwa tidak akan terjadi (kejadian seperti di Tolikara)."

Sumber: Republika. Com edisi 23 Juli 2015

KAPOLDA PAPUA: PELAKU PEMICU KONFLIK PEMBAKARAN KIOS DAN MUSHOLAH ADALAH APARAT KEPOLISIAN INDONESIA DI TOLIKARA PAPUA PADA 17 JULI 2015


Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Papua, Inspektur Jenderal Polisi Yotje Mende mengakui, anggota Polri melakukan tembakan kepada warga sipil yang memicu insiden pembakaran rumah dan kios yang merembet ke Mushola di Karubaga, Kabupaten Tolikara, Jumat (17/7/2015) pekan lalu.

"Jadi, yang mengeluarkan tembakan itu memang anggota saya, dan saat ini sebanyak 23 orang dari 50 anggota Polri di Tolikara sudah dilakukan pemeriksaan oleh Ditreskrimum Polda Papua diback-up oleh Mabes Polri," kata Mende kepada wartawan di Jayapura. 

Namun, lanjut Kapolda, dari hasil pemeriksaan sementara terhadap 23 anggota Polri di Tolikara, tidak ada yang mengaku melakukan penembakan. "Kita akan proses prosedur dari penembakan yang dilakukan oleh aparat di TKP saat insiden dan pemeriksaan masih terus berjalan," jelasnya.

Kata Yotje Mende, pihak penyidik Polda Papua juga meminta keterangan dari beberapa Pendeta terkait dengan adanya surat edaran tersebut. "Masyarakat tetap tenang, masalah ini akan kita usut tuntas," ujarnya.

Menurut Kapolda, ada tiga pokok permasalahan dalam kasus Tolikara yang menjadi fokus Polda Papua. Pertama, dari penyerangan saat pelaksanaan sholat ied dan pembakaran kios yang kita buat dalam satu laporan polisi. Kedua, terjadi penembakan yang dilakukan oleh anggota Polri. Ketiga, soal surat edaran GIDI.

"Sejauh ini sudah sebanyak 50 saksi yang kami mintai keterangan dan sudah ada indikasi yang mengarah ke tersangka, tetapi saya belum bisa menyampaikan siapa tersangkanya," jelas Kapolda.

Jenderal bintang dua ini juga menjelaskan bahwa kasus di Tolikara jangan disamakan dengan kasus di Paniai, karena penyidik sulit dapat keterangan dari keluarga korban.

"Keluarga korban kasus Tolikara sangat kooperatif, kalau di Paniai, kami sulit dapatkan informasi," imbuhnya.

Tentang kondisi keamanan di Tolikara, kata Kapolda, kini sudah sangat kondusif. "Aktivitas pemerintah dan perekonomian di Karubaga sudah kembali normal seperti biasa," katanya. 

Sumber: Majalah Selangkah edisi 27 Juli 2015



Kamis, 23 Juli 2015

WALI GEREJA INDONESIA: Bukan Orang Papua yang Bakar Mushollah di Tolikara Papua

Wali Gereja: Bukan Orang Papua yang Bakar Musholah di Tolikara Papua



Sekretaris Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI), Romo Benny Susetyo menyebut pembakaran masjid di Tolikara, Jumat (17/7) dilakukan orang luar. Ia merasa masyarakat Papua tidak mungkin melakukan tindakan anti toleransi.

Menurut dia, selama ini umat beragama di Papua sangat rukun dan damai. Bahkan saling menghargai satu sama lainnya. 

"Umat beragama di Papua itu sangat rukun. Tidak mungkin mereka melakukan tindakan antitoleransi seperti itu. Itu orang luar," kata Romo Benny Susetyo dikutip ACW dar Republika, Jumat (17/7). 

Benny mengatakan, orang luar itu sengaja masuk ke Papua untuk memprovokasi umat beragama. Mereka datang untuk membuat kericuhan dan merusak hubungan umat beragama di Papua. Orang-orang seperti itu harus ditindak dan diberikan sanksi hukum secara adil. 

Sebagai sekretaris KWI, Romo juga tidak mengetahui adanya kegiatan seminar dan KKR pemuda GIDI yang menyuarakan untuk membatalkan semua kegiatan yang bersifat mengundang umat besar di Indonesia. Bahkan, ia juga tidak tahu adanya surat larangan yang beredar di media massa itu. 

Selain itu, KWI juga tidak mengetahui adanya Gereja Injili Di Indonesia (GIDI) yang juga sudah menutup Gereja Adven di Paido. "Saya tidak tahu adanya GIDI di Papua. Apalagi organisasi di Papua itu juga sangat banyak," ujar Benny. 

Benny menghimbau masyarakat di Papua jangan terprovokasi oleh orang luar tak dikenal tersebut. Masyarakat juga harus berhati-hati agar tidak merusak kerukunan umat beragama di Papua.

Kronologi Pembakaran Masjid

Sebelumnya, Masjid di Kabupaten Tolikara dibakar umat Nasrani menjelang shalat Ied, sekitar pukul 07 00 WIT, Jumat (17/7). Humas Polri Kombes Agus Rianto mengatakan, kasus itu bermula saat umat Islam Karubaga Kabupaten Tolikara hendak menjalankan shalat Idul Fitri. 

Tiba-tiba, sekelompok massa dari luar berteriak-teriak. Umat muslim yang hendak shalat sontak kaget dan langsung melarikan diri ke Koramil dan Pos 756/WMS untuk meminta perlindungan. Sepeninggalan umat muslim itu, Masjid tersebut dibakar. 

"Saat itu ada yang berteriak, lalu umat muslim itu yang hendak shalat itu langsung melarikan diri ke koramil," kata Agus, Jumat (17/7). 

Dugaan sementara rusuh di Tolikara disebabkan kemarahan masyarakat yang disinyalir dari kelompok GIDI (Gereja Injil Di Indonesia). Mereka tidak nyaman dengan masyarakat muslim yang tetap melaksanakan takbiran dan shalat Ied. 

Sebelumnya, mereka memberi peringatan pada masyarakat muslim Kaburaga agar tidak melakukan takbiran dan menjalankan Salat Id.


Readmore: http://www.atjehcyber.net/2015/07/data:blog.url#ixzz3gmlsUwsQ 
Sumber: @atjehcyber | fb.com/atjehcyberID 

SIKAP PERNYATAAN PRESIDEN GEREJA INJILI DI INDONESIA (GIDI), TERKAIT PERISTIWA DI TOLIKARA PAPUA

PERNYATAAN SIKAP PRESIDEN GEREJA INJILI DI INDONESIA (GIDI), TERKAIT INSIDEN/PERISTIWA DI KABUPATEN TOLIKARA, PROVINSI PAPUA

Sejak tadi malam, 17 Juli 2015, saya mengikuti berbagai pemberitaan di media massa yang terkesan menyudutkan pihak gereja, ditulis berdasarkan laporan/argumentas aparat keamanan (TNI/Polri), serta penyebaran berbagai surat kaleng/palsu di media social (Medsos), yang menempatkan orang Papua sebagai pihak yang anti toleransi umat beragama, maka dalam kesempatan ini saya perlu menegaskan atau menyampaikan beberapa hal agar dapat dipahami oleh seluruh warga Indonesia:
(1) tidak benar pemuda gereja GIDI, masyarakat Tolikara, dan Umat Kristiani melarang umat Islam untuk merayakan hari raya Idul Fitri (Sholat ied), namun harus mematuhi surat pemberitahuaan yang telah dilayangkan pemuda/gereja dua minggu sebelum kegiatan dilangsungkan; yakni tidak menggunakan penggeras suara (toa), apalagi jarak antar pengeras suara dengan tempat dilangsungkannya seminar nasional/internasional hanya berjarak sekitar 250meter. (baca juga kronologi singkat yang kami susun).
(2) pimpinan gereja wilayah Kabupaten Tolikara, Presiden GIDI, Bupati Kabupaten Tolikara, Usman Wanimbo, dan tokoh masyarakat setempat telah menyampaikan maksud pemuda GIDI (Ibadah tidak menggunakan penggeras suara) sejak dua minggu sebelum hari “H” kegiatan seminar, dan hari raya idul fitri; Kami menilai, aparat Kepolisian dan aparat Tentara Nasional Indonesia (TNI) di Kabupaten Tolikara tidak punya itikad baik untuk menjaga keamanan dan ketertibatan masyarakat Tolikara, termasuk umat Muslim sendiri. Kami sangat menyayangkan lambannya sosialisasi yang dilakukan aparat keamanan kepada warga muslim, sehingga terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan, apalagi toleransi umat beragama sejak puluhan tahun lalu di Tolikara, dan secara umum di seluruh tanah Papua sangat baik, dan paling baik di Indonesia.
(3) yang sangat disayangkan, para pemuda (11 orang tertambak timah panas aparat TNI/Polri saat dalam perjalanan ke Musolah untuk berdiskusi dengan warga setempat, 1 anak usia 15 tahun meninggal dunia, Endi Wanimbo, usia 15 tahun), belum sempat diskusi atau negosiasi dilangsungkan, aparat TNI/Polri sudah mengeluarkan tembakan secara brutal dan membabi buta, sehingga 12 orang tertembak. Jadi amukan dan kemarahan masyarakat bukan disebabkan oleh aktivitas ibadah umat muslim, tapi lebih karena tindakan dan perlakukan biadab aparat TNI/Polri, yang tidak membukan ruang demokrasi atau untuk mendiskusikan hal-hal yang baik bagi keberlangsungan ibadah kedua belah pihak.
(4) tidak benar masyarakat Tolikara, atau warga gereja GIDI melakukan pembakaran terhadap Mushola (seperti pemberitaan berbagai media massa di tingkat nasional), namun hanya beberapa kios yang dibakar pemuda, dan merembet hingga Musolah ikut terbakar dengan sendirinya karena dibangun menggunakan kayu, dan berhimpit-himpit dengan kios/rumah milik warga Papua maupun non-Papua, sehingga dengan cepat melebar dan terbakar; Tindakan spontan yang dilakukan beberapa pemuda membakar beberapa kios ini muncul karena ulah aparat keamanan yang tak bisa menggunakan pendekatan persuasive, tapi menggunakan alat-alat Negara (senjata dan peluru) untuk melumpuhkan para pemuda tersebut. Kami minta Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri), dan Panglima TNI untuk juga mengusut tuntas penembakan warga sipil oleh aparat keamanan yang menyebabkan 1 orang meninggal dunia (Endi Wanimbo, usia 15 tahun), dan 11 orang terluka.
(5) saya sebagai pimpinan tertinggi gereja GIDI di seluruh Indonesia, telah menasehati umat saya agar tidak melarang umat apapun, termasuk saudara Muslim untuk melangsungkan ibadah, namun ibadah harus dilangsungkan di dalam koridor hukum wilayah tersebut, dan juga mematuhi surat atau himbauan yang dikeluarkan, demi keamanan, ketertibatan, dan ketentraman masyarakat setempat.
(6) yang datang mengikuti ibadah/seminar internasional di Kabupaten Tolikara bukan hanya warga GIDI di wilayah tanah Papua, tapi dari berbagai provinsi di seluruh Indonesia, antara lain pemuda dari Nias, Sumatera Utara, Papua Barat, Kalimantan (Dayak), Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan diperkikran mencapai 2.000 orang pemuda GIDI.
(7) sebagai presiden GIDI, kami menyampaikan permohonan maaf kepada warga muslim di Indonesia, secara khusus di Kabupaten Tolikara atas pembakaran kios-kios yang menyebabkan Musolah (rumah ibadah warga muslim) ikut terbakar; Aksi ini merupakan spontanitas masyarakat Tolikara karena ulah aparat keamanan di Tolikara yang melakukan penembakan secara brutal.
(8) Kapolri dan Panglima TNI juga harus mengusut tuntas insiden penembakan terhadap 12 warga gereja, yang menyebabkan satu anak usia sekolah meninggal dunia; Ini merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat, karena menggunakan alat Negara untuk menghadapi pemuda-pemuda usia sekolah yang tak datang untuk melakukan perlawanan atau peperangan.
Demikian pernyataan sikap ini dibuat untuk disebarluaskan kepada berbagai jaringan di tingkat lokal, nasional, dan internasional, terutama media massa, agar pemberitaan terkait insiden/peristiwa yang tidak kita inginkan ini dapat berimbang. Tuhan memberkati kita semua.
Kabupaten Tolikara, Provinsi Paapua, 18 Juli 2015
Presiden GIDI
Pdt. Dorman Wandikmbo
(HP: 081248604070);
Nb: Jika Pdt. Dorman susah dihubungi, bisa lewat Ketua Pemuda GIDI 081344354689)

ORANG PAPUA AKAN MOGOK PERAYAAN 17 AGUSTUS INDONESIA


HIMBAUAN TIDAK MENGIKUTI PERAYAAN 17 AGUSTUS 2015 DI PAPUA BARAT .
Boikot 17 agustus 2015 di papua barat atau Orang asli Papua Barat Ikut Indonesia .
Komunitas Orang Asli Papua Barat di Mana saya anda berada segera Tidak Mengikuti Perayaan Hut NKRI di Papua Barat pada Tanggal 17 Agustus 2015 Mendatang Karena anda bukan Bangsa Indonesia ras Melaju anda adalah Bangsa Melanesia .Maka Anak –anak sekolah ,SD,SMP,SMU,PT .,Petani ,Masyarakat Buru,PNS,TNI/POLRI asal Asli Papua Barat Tidak Lagi ikut –Ikutan Bangsa Indonesia secara Paksa Menghormati Bendera Merah Putih dan Menyanyikan Lagu Indonesia Raya .Mohon di Hentikan anda sedang dalam ancaman Pemerintah Indonesia terkait Pelanggaran Ham berat pada warga sipil Papua Barat sangat Membrutal maka Mestinya dapat menyadari dan Tidak Boleh Lagi Mengikuti Perayaan .Trimakasih Tuhan Memberkati.