Minggu, 22 Maret 2015

PAUS FRANSISKUS: SELALU INGAT PESAN TERAKHIR NENEKNYA YANG DIBAWANYA SETIAP HARI

Paus Fransiskus selalu ingat pesan terakhir neneknya yang dibawanya setiap hari

12/03/2015
Paus Fransiskus selalu ingat pesan terakhir neneknya yang dibawanya setiap hari thumbnail

Paus Fransiskus mengatakan pada Rabu bahwa orang tua berperan penting dalam kehidupan kaum muda, dan mengungkapkan bahwa ia masih menyimpan surat neneknya yang menulis untuk dia saat  pentahbisannya, yang disimpan dalam buku doa hariannya – brevir.
“Saya masih menyimpan kata-kata nenek saya yang menulis kepada saya pada hari pentahbisan saya. Saya menyimpan pesan tersebut  hingga  hari ini dalam brevir saya,” kata Paus kepada para peziarah yang berkumpul di Lapangan Santo Petrus untuk audiensi umum pada Rabu.
Dalam wawancara dengan  The Jesuit, Paus Fransiskus mengacu  pada teks itu yang ditulis oleh neneknya, yang  disimpan di dalam brevir bahwa ia selalu membawa pesan itu, catat Andrea Tornielli dari Vatican Insider.
Teks itu berbunyi, “Semoga cucu saya, yang  saya telah memberikan yang terbaik dari hati saya, panjang umur  dan bahagia, tetapi jika pada suatu hari ada peristiwa yang menyakitkan, sakit atau kehilangan orang yang dicintai yang menghiasi hidup Anda dengan kesedihan, ingat – berdoalah di Tabernakel, dimana martir terbesar dan paling agung berada, dan tatapan Bunda Maria di kaki Salib, dapat seperti setetes balsem yang  dapat menyembuhkan  luka terdalam dan paling menyakitkan.”
Paus Fransiskus, anak tertua dari lima bersaudara, menghabiskan sebagian besar masa kecilnya di bawah bimbingan neneknya, Rosa. Dia berperan penting dalam mengasuh, dan ia memiliki rasa hormat yang besar kepada neneknya.
Ketika hati orang tua  bebas dari “kebencian masa lalu dan keegoisan saat ini,” katanya, mereka menjadi ketertarikan  bagi kaum muda, “yang berharap untuk menemukan di dalamnya dukungan yang kuat dalam iman mereka dan makna hidup mereka”.
Dia secara khusus menjelaskan pentingnya doa bagi orang tua,  bersyukur kepada Tuhan atas segala berkat.
Kemampuan memurnikan iman dan doa juga dapat membantu masyarakat untuk menemukan “cara paling bijaksana untuk mengajarkan orang muda bahwa arti kehidupan yang sebenarnya ditemukan dalam pengorbanan diri yang penuh cinta dan kepedulian terhadap orang lain”.
Simeon dan Anna adalah dua tokoh dalam Kitab Suci  yang menjadi model bagi orang tua di sisa hidup mereka, kata Paus, seraya mencatat bahwa ia sendiri termasuk dalam kategori ini.
Gambaran dua nabi lansia yang penuh peduli ini sedang  menanti kedatangan Mesias dengan berdoa, katanya, seraya menekankan  bahwa doa ini adalah rahmat yang baik untuk keluarga dan Gereja.

ALIANSI MASYARAKAT ADAT NUSANTARA "AMAN" DI INDONESIA: 75 % Tanah Adat Dirampas di seluruh Indonesia.

AMAN: 75 persen tanah adat dirampas

12/03/2015
AMAN: 75 persen tanah adat dirampas thumbnail
Abdon Nababan (kiri).

Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Abdon Nababan, mengatakan sekitar 75 persen wilayah adat di Indonesia saat ini dikuasai perusahaan-perusahaan yang antara lain bergerak di sektor tambang dan kehutanan. Pada masa silam, Abdon menuturkan, pemerintah memberikan izin usaha pada perusahaan-perusahaan di atas tanah masyarakat adat.
“Pemberian izin itu merupakan perampasan wilayah adat,” ujar Abdon dalam diskusi bertajuk “Hari Kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara” di Jakarta, Selasa (10/3).
Karena itu, Abdon mengingatkan pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla agar tidak mengulangi kesalahan pemerintahan sebelumnya yang merampas tanah adat dengan mengatasnamakan kepentingan pembangunan.
Saat ini, ia menyatakan, pemerintah harus mengeluarkan kebijakan satu peta (one map) yang di dalamnya berisi peta wilayah masyarakat adat. Dengan keberadaan satu peta ini, Abdon melanjutkan, keberadaan wilayah masyarakat adat akan semakin jelas.
“Sekarang kan tidak ada. Akibatnya, orang ngaku-ngaku sebab tidak ada (petanya). Masuknya peta wilayah adat ke one map itu sekaligus mengumumkan keberadaan masyarakat adat. Orang bisa mengecek benar atau tidak itu wilayah adat mereka sejak dulu. Satu peta ini membantu,” ujarnya.
Abdon mengatakan, AMAN sudah melakukan pemetaan wilayah masyarakat adat yang sebagian hasilnya sudah diserahkan ke Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar.
Menurutnya, sebanyak 10 juta hektare (ha) tanah di Indonesia adalah milik masyarakat adat. Dari jumlah itu, Abdon mengungkapkan, sekitar 4,8 juta ha tanah sudah dapat diketahui kepemilikannya. “(Sebanyak) 4,8 juta ha itu milik 517 komunitas adat,” tutur Abdon.
Ia memperkirakan, sekitar 1.000 komunitas masyarakat adat memiliki 10 juta ha tanah di Indonesia.
Dalam acara itu, hadir pula Direktur Handcrafted Films, Paul Redman, dan aktivis masyarakat adat Amerika Latin, Candido Mezua. Handcafted adalah lembaga asal Inggris yang memproduksi film dokumenter tentang perjuangan masyarakat adat dalam menjaga hutan, mulai dari Peru hingga Indonesia.
Sebelum diputar di Indonesia, film berjudul If Not Us Then Who ini telah diputar di New York, Amerika Serikat, dan Peru di Amerika Selatan. Pada kesempatan itu, Candido juga bercerita tentang perjuangan masyarakat adat di negara asalnya, Panama.
“Kita memiliki kesamaan dengan perjuangan yang dilakukan masyarakat adat di Indonesia,” kata Candido.
Bedanya, di Panama, Candido menyebutkan, masyarakat adat berjuang bersama kelompok masyarakat adat dari tujuh negara lain.
Menurut Candido, kelompok-kelompok masyarakat adat di seluruh dunia harus bersatu untuk melawan kelompok-kelompok besar yang mendapat dukungan dari militer, yang berusaha merampas hak-hak masyarakat adat. “Persatuan (kuncinya),” ucap Candido. 
(sinarharapan.co)

ROMO MAGNIS: Sistem Peradilan Indonesia Meragukan di Indonesia

Romo Magnis: Sistem peradilan Indonesia meragukan

12/03/2015
Romo Magnis: Sistem peradilan Indonesia meragukan thumbnail

Romo Franz Magnis-Suseno SJ mengatakan bahwa sistem hukum di Indonesia masih lemah dengan banyaknya putusan pengadilan yang masih diragukan. Atas alasan tersebut, menurut Romo Magnis, pelaksanaan hukuman mati dinilai tidak tepat jika masih digunakan di Indonesia.
Romo Magnis mengambil contoh pada putusan praperadilan bagi Komjen Budi Gunawan yang diputuskan oleh hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Sarpin Rizaldi. Meski putusan pengadilan dianggap telah sah, tetapi pada kenyataannya banyak yang merasa tidak puas dan menganggap putusan tersebut salah.
“Seperti putusan hakim Sarpin yang banyak diragukan, bagaimana pula dengan putusan bahwa seseorang boleh dibunuh? Saya tidak percaya pada sistem yudisial kita. Mungkin boleh buat hukuman penjara, tetapi tidak untuk hukuman mati,” ujar Romo Magnis dalam sebuah diskusi mengenai pro dan kontra hukuman mati di kantor LBH Jakarta, Kamis (12/3/2015).
Romo Magnis mengatakan, sistem hukum di Indonesia belum bisa menjamin bahwa seseorang yang beperkara akan mendapatkan keadilan. Menurut Romo Magnis, melihat fakta tersebut, masyarakat memiliki kewajiban moral untuk menolak diberlakukannya hukuman mati.
Ia mendesak agar pemerintah segera melakukan kebijakan untuk membatalkan eksekusi mati bagi 10 terpidana mati kasus narkotika yang rencananya akan dilakukan dalam waktu dekat.
Guru Besar Filsafat dari Sekolah Tinggi Filsafat Dryarkara Jakarta ini mengatakan, pemerintah dapat mengeluarkan moratorium untuk menghentikan aturan hukuman mati.
“Apakah kita bisa pastikan tidak ada keterlibatan aparat? Apakah ada kepentingan bisnis pihak-pihak lain dalam kasus-kasus narkotika? Kami mendesak agar pemerintah segera mengeluarkan moratorim soal hukuman mati,” tambahnya. 

(K0mpas.com)

Keluarga Masih Menanti Terpidana Mati Mery Jane kembali ke Rumah

Memiluhkan Hati untuk mendengarkan Hukuman Mati yang dibuat oleh Negara Indonesia ini

23/03/2015
Keluarga masih menanti  terpidana mati Mery Jane kembali ke rumah thumbnail
Celia Veloso, ibunya Mary Jane.

Jalan berdebu menuju desa Caudillo memotong melalui kebun jagung kering yang bergoyang  akibat tiupan  angin dan di tengah panasnya sinar mentari. Celia Veloso, 55, berjalan santai, melindungi diri dari panas terik dengan handuk katun kecil menutupi kepalanya.
Dia berjalan menuju desa berikut untuk membantu mempersiapkan sebuah perayaan lokal.
“Kami akan mempersiapkan  makan malam,” katanya, sambil tersenyum. Jika dia beruntung, dia mungkin mendapatkan sekitar 2 dolar AS atas bantuannya.
Kegiatan  akhir pekan itu, dengan membantu persiapan makanan, merupakan pekerjaan sampingan harian yang biasa dilakukan Veloso. Ia sebenarnya adalah seorang pemulung yang setiap hari mengumpulkan  botol bekas, kantong plastik dan sampah lainnya dari seluruh desanya. Veloso dan suaminya menjual barang bekas tersebut ke toko-toko.
Pekerjaan ini tidak menghasilkan banyak uang. Ada cucu yang harus diberikan makan, dan anak yang hilang yang tidak bisa membantu pendapatan keluarga, dan kini harus menghadapi hukuman mati di negara lain.
Lima tahun lalu, putri Veloso, Mary Jane Fiesta Veloso, 30, ditangkap dan dijatuhi hukuman mati di Indonesia.
Ketika Indonesia kembali menerapkan eksekusi mati terhadap pengedar narkoba, ia juga dijatuhi hukuman serupa awal tahun ini. Media internasional berfokus pada dua warga Australia – Myuran Sukumaran dan Andrew Chan – dua  Bali Nine, penyelundupan narkoba, yang telah dijatuhi hukuman mati sejak 2006.
Tapi, warga negara lain juga telah terperangkap dalam sistem peradilan Indonesia. Kasus  Mary Jane, telah perlahan-lahan menarik perhatian masyarakat Filipina dalam beberapa pekan terakhir. Selama lima tahun terakhir, sedikit informasi tentang kasus Mary Jane; Orangtuanya tidak dipublikasikan.
Tapi, itu semua berubah tahun ini, ketika Presiden Indonesia Joko Widodo pada Januari menolak grasi dari 16 terpidana mati. Setelah bertahun-tahun ketidakpastian, Mary Jane tampaknya akan segera dieksekusi.

0323b
Sebuah foto  Mary Jane Veloso, yang diambil 17 tahun lalu  saat ia menikah.

Hukuman Mati
Bagi pihak berwenang Indonesia, narkoba bukanlah kasus sederhana. Mary Jane ditemukan di bandara Indonesia dengan 2,6 kilogram heroin yang disembunyikan di kopernya. Dia dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman mati pada Oktober 2010.
Tapi keluarga Mary Jane menyatakan bahwa ibu dari dua anak itu tidak bersalah. Dari beberapa percakapan telepon dengan dia selama bertahun-tahun dan kunjungan Celia, ibunya dan adiknya, Maritess, ke penjara belum lama ini, telah mengumpulkan kisah berbeda. Mereka percaya dia menjadi korban dari sindikat kejahatan internasional yang menggunakan perempuan tak berdosa dalan lalu lintas narkoba di seluruh Asia.
Mary Jane berusia 25 tahun ketika ia meninggalkan rumahnya di desa Caudillo, dekat kota Cabanatuan, Luzon Tengah, Filipina. Tujuannya adalah membantu keluarganya yang miskin. Kenalannya, Kristina, telah berjanji sebuah pekerjaan sebagai pembantu rumah tangga di Kuala Lumpur, Malaysia.
Tapi, ketika kedua perempuan itu tiba di Malaysia, Kristina mengatakan kepada Mary Jane bahwa pekerjaan sudah terisi. Ada lebih banyak pekerjaan yang tersedia, namun, di Yogyakarta, Indonesia. Apakah Anda tertarik?
Mary Jane setuju. Sebelum berangkat, Kristina mengajak Mary Jane untuk membeli  baju baru. Dia memberi Mary Jane sebuah koper baru sebagai hadiah. Ketika Mary Jane bertanya, mengapa koper ini sangat berat, Kristina mengatakan, karena koper itu baru.
Mary Jane, yang hanya menyelesaikan  tahun pertama di universitas, membuka koper dan tidak menemukan apa-apa di dalamnya. Dia meletakkan pakaian dan barang-barang miliknya, lalu menumpang pesawat bersama Kristina menuju Yogyakarta.
Namun, ketika mereka tiba di bandara Yogyakarta, koper itu memicu alarm pada scanner X-ray. Pihak berwenang Indonesia meminta izin Mary Jane untuk membuka koper.
Mereka menemukan heroin yang dibungkus dengan aluminium foil. Mereka kemudian menuduh Mary Jane membawa narkotika dengan nilai 500.000 dolar AS.
Saat Mary  Jane  berdiri, dan melihat ke sekeliling, dia tidak  menemukan Kristina.

Cesar Veloso, Mary Jane's father. (Photo by Jimmy Domingo)
Bapanya Mary Jane, Cesar Veloso, mengatakan ia berupaya membunuh diri setelah mendengar putrinya dihukum mati.

Bertumbuh dalam kemiskinan
Pada 10 Mei 2010, Mary Jane menelepon ke rumah untuk menyampaikan ulang tahun kepada ayahnya, Cesar. Dia menyanyikan lagu ulang tahun untuk ayahnya.
Dua minggu sejak ia ditangkap, dia tidak pernah memberitahu keluarganya.
Beberapa hari kemudian, Mary Jane mengirim pesan teks samar. Dia mengatakan  selamat tinggal keluarga.
Adiknya, Maritess, menjawab: “Mary Jane, apakah kamu ada masalah?”
Ia akhirnya mencerita kepada keluarganya apa yang menimpa dirinya. Cesar sangat shock. Dia mencoba bunuh diri tiga kali dalam beberapa hari berikut, katanya  dalam wawancara bulan ini.
“Saya ingin mati,” katanya. “Putri saya pergi dan tidak kembali.”
Lima tahun telah berlalu, putrinya masih hidup, tapi masa depan hukuman matinya jauh dari kepastian.
“Kami miskin dan kami tidak bisa membayar untuk membebaskan dia,” kata Cesar. “Kalau saja kami kaya, saya akan menjual segala sesuatu untuk membebaskan putriku.”
Keluarga Veloso secara  turun-temurun adalah pemulung. Orangtua Cesar juga seorang pemulung. Celia, istrinya, adalah putri dari seorang petani yang tidak memiliki lahan pertanian.
Ketika anak-anak mereka masih kecil, mereka berdua bekerja di perkebunan tebu.
“Kami bermimpi mengirim anak-anak saya ke sekolah,” kata Cesar. “Saya berjuang dan bekerja keras, tapi aku benar-benar tak bernasib baik.” Penghasilannya sering tidak cukup untuk memberi makan keluarga.
Anak-anak dibesarkan tanpa makanan bergizi, hanya bubur yang diberikan, katanya. “Kami menaruh banyak air pada segenggam beras dan mencampurnya dengan jagung,” kata Cesar. “Anak-anak memahami situasi kami. Saya selalu memberitahu mereka untuk minum banyak air agar mereka tidak kelaparan.”
Tapi, anak-anak melakukan yang terbaik untuk mengubah nasib keluarga.
Ketika mereka tumbuh dewasa, satu anak perempuan pergi ke Jepang untuk bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Setelah beberapa tahun, dia pulang diceraikan suaminya dan ia sendiri tinggal bersama anak-anaknya. Putrinya yang lain pergi ke Timur Tengah tapi pulang sakit. Anak-anak lain tinggal di rumah, menikah dan mengikuti apa yang telah menjadi tradisi keluarga: bekerja sebagai petani dengan upah rendah. Kesejahteraan keluarga tidak membaik. “Situasi ini sama seperti ketika saya masih muda,” kata Cesar.
Tapi Mary Jane, satu-satunya anak Veloso yang mencapai sekolah tinggi meskipun cuma setahun. Ia ingin mengubah hidup.
Dia pertama kali bekerja di luar negeri, Uni Emirat Arab. Setelah 10 bulan, ia kembali ke rumah karena, katanya, majikannya telah mencoba memperkosanya. Ketika dia berangkat ke Malaysia, dia harus bertengkar dengan keluarganya untuk keluar dari kemiskinan.
Cesar masih ingat hari-hari Mary Jane tinggal bersamanya di desa  Caudillo.
“Dia menangis dan memeluk saya,” kenangnya. “Ayah, kita miskin,” pinta Mary Jane.

0323d
Mary Jane  mengatakan kepada saudaranya untuk selalu beriman kepada Tuhan dalam sebuah surat yang ia kirim bulan lalu. 

Berharap sebuah masa depan yang lebih baik
Ribuan warga Filipina meninggalkan negara mereka setiap hari mencari masa depan yang lebih cerah di luar negeri.
Migrante, sebuah federasi internasional pekerja migran Filipina, mengatakan setidaknya 6.000 orang Filipina meninggalkan negara itu setiap hari untuk mencari pekerjaan, mengutip penelitian dari Yayasan Ibon berbasis di Quezon City. Jumlah tersebut meningkat 50 persen dari tahun 2010, ketika Mary Jane meninggalkan rumahnya.
Migrante mencatat bahwa para pekerja perempuan menghadapi kesulitan dan eksploitasi dalam beberapa tahun terakhir. Dalam dua bulan pertama tahun ini saja, Migrante mengatakan pihaknya telah menangani setidaknya 50 kasus kekerasan terhadap perempuan Filipina di luar negeri, termasuk serangan fisik, pelecehan seksual, dan percobaan perkosaan.
Garry Martinez, Ketua Migrante, mengatakan situasi ekonomi yang memburuk di Filipina menimbulkan lebih banyak perempuan ke luar negeri dan membuat mereka rentan terhadap perdagangan dan pelecehan di tempat kerja.
Tetapi mereka telah menjadi bagian penting dari ekonomi Filipina hingga hari ini.
Pada 2013, para pekerja Filipina mengirim uang ke rumah senilai 25 miliar dolar AS, menurut Bank Dunia.
Mary Jane  bukan satu-satunya warga Filipina yang menghadapi eksekusi di luar negeri. Pada 10 Maret, Wakil Presiden Filipina Jejomar Binay, yang juga penasihat presiden merasa khawatir dengan pekerja Filipina di luar negeri. Pihaknya menyatakan bahwa ada 80 pekerja Filipina menghadapi hukuman mati di berbagai negara. Dia mengatakan bahwa dari 80 pekerja migran yang menghadapi eksekusi, 27 berada di Arab Saudi.
Kelompok-kelompok termasuk Migrante melaporkan dalam lima tahun terakhir telah melelahkan bagi pekerja Filipina di luar negeri akibat kondisi kerja yang buruk.
“Apa yang para pekerja kami dan keluarga mereka butuhkan selama masa krisis ini adalah tindakan dan program  pemerintah menyiapkan  lapangan kerja di dalam negeri,” kata Martinez dalam sebuah pernyataan.

0323e
Cesar Veloso dan Maritess Veloso membacakan surat  Mary Jane untuk keluarga.

Bermimpi kembali ke rumah
Rumah bagi Mary Jane selalu berarti kemiskinan. Di desa Caudillo yang miskin ini dimana ia mengumpulkan botol bekas dan menjual “es” kepada tetangga untuk membantu memberi makan kedua anaknya, yang kini tinggal dengan mantan suaminya.
Pada Februari, pemerintah Indonesia mengizinkan keluarga Mary Jane – Celia, Maritess dan dua anaknya Mary Jane – mengunjungi dia di penjara.
“Saya tidak takut,” kata Mary Jane kepada Maritess. “… Jika keputusan Tuhan bagi saya untuk dieksekusi, maka mungkin Tuhan ingin aku sudah berada di sisinya.”
Selama pertemuan Februari, Mary Jane mengatakan kepada ibunya “dengan rasa sedih”.
“Bu, tolong aku,” kata Mary Jane. “Aku masih ingin bersamamu. Bu, saya tidak ingin mati.”
Di bawah naungan gubuk kecil mereka di pinggir jalan desa berdebu itu, Celia menangis saat ia mengenang pesan putrinya.
Selama lima tahun, keluarga menunggu bantuan tapi tidak ada: tidak ada tanggapan dari pemerintah, tidak ada aksi protes, tidak ada doa, tidak ada liputan media.
Sekarang, ia menunggu terus nasib putrinya. Departemen Luar Negeri Filipina pada Januari meluncurkan PK untuk kasus Mary Jane. Para pejabat Indonesia baru-baru ini mengumumkan bahwa mereka telah menunda eksekusi, termasuk Mary Jane.
Celia masih dalam kebingungan siapa yang harus dipercaya.
“Ada janji, tapi Mary Jane masih di penjara. Tahun-tahun telah berlalu dan tidak ada yang dilakukan. Tidak ada yang membantu kami,” kata Celia.
“Sampaikan kepada saya jika mereka akan membunuh anak saya.”
Joe Torres,  Cabanatuan City, Filipina. 
(Sumber: ucanews.com)

Senin, 16 Maret 2015

PERMINTAAN SUKU WAOHA NABIRE KEPADA KAPOLDA PAPUA DAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN DAN PROPINSI PAPUA



Kepala Suku Waoha pada Suku Besar Yerisiam, Imanuel Monei  menyampaikan dua permintaan masing-masing satu permintaan kepada permintaan kabupaten, provinsi dan pusat serta satu permintaan kepada Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Papua terkait hak ulayatnya di arel perkebunan sawit di Nabire.

"Mohon kepada Pemerintah (Kabupaten, Provinsi dan Pusat) agar tidak menerbitkan HGU (Hak Guna Usaha) kepada PT. Nabire Baru (PT. NB) sebelum membuat MoU (Memorandum of Understanding) kepada masyarakat adat  dan sebelum beberapa tuntutan direalisasikan berdasarkan pernyataan sikap yang telah dibuat oleh masyarakat adat pada tanggal 19 Januari 2015, di Bina Mitra Polres Nabire," kata Imanuel Monei.

Suku Waoha juga meminta kepada Kapolda Papua agar segera menarik anggota Pam Brimob di areal Sawit KM 16 dan 19 Wami Distrik Yaur Kabupaten Nabire. "Dan tidak mengirim kembali/roling lagi Anggota Brimob," tulisnya.

Masyarakat Adat Suku Waoha memohon dukungan dari LSM-LSM, LBH, dan Lembaga-lembaga Advokasi untuk memberikan dukungan atas dua permintaan di atas. (Sumber Majalah Selangkah edisi 14 Maret 2015).